Kamis, 18 Agustus 2022, Koalisi Masyarakat Sipil mengadakan diskusi publik dengan tema Pengadilan HAM Paniai Berdarah: Penyelesaian Pelanggaran HAM atau Pelanggengan Impunitas? di Oria Hotel Wahid Hasyim. Diskusi publik ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat sipil yang mempertanyakan keadilan peristiwa Paniai Berdarah 2014 silam. Diskusi publik kali ini menghadirkan 5 (lima) narasumber dari berbagai perspektif, yaitu: Dr. iur. Asmin Fransiska, S.H., LL.M yang merupakan Dekan FH Unika Atmajaya; Yones Douw seorang Pembela HAM Papua; Rosa Javiera Moiwend perwakilan dari Make West Papua Safe; Hussein Ahmad seorang Peneliti IMPARSIAL; Ronald Rischard T perwakilan dari Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Kegiatan kali ini juga dipandu oleh Gina Sabrina selaku Sekretaris Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia.
Diskusi kali ini mengulik persoalan-persoalan yang dialami pada kejadian Paniai Berdarah dan problematika pengadilan HAM Paniai yang masih menimbulkan banyak pertanyaan, serta menuntut adanya pertanggungjawaban negara atas peristiwa Paniai Berdarah. Pengadilan HAM Paniai yang akan dilakukan di Makassar menimbulkan beberapa permasalahan seperti akan sulitnya pemantauan jalannya proses persidangan dikarenakan jauhnya lokasi pengadilan dengan tempat terjadinya peristiwa, pengadilan HAM ini yang seharusnya bertujuan mendengar para saksi dan korban bisa saja tidak akan membuktikan pengungkapan kebenaran yang sebenarnya dan menjadikan pengadilan HAM ini hanya bersifat seremonial semata.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menilai bahwa kejadian Paniai Berdarah merupakan sebuah pelanggaran HAM Berat dan melanggar UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Dalam diskusi publik ini juga menjelaskan bahwa dalam peristiwa Paniai Berdarah terdapat impunitas dan menimbulkan sebuah pertanyaan kritis, apakah kita sudah memaafkan secara de facto terhadap pelaku?
Diskusi publik ini juga mendorong untuk: Adanya pengawasan dan kritik terbuka di dunia akademik dan media..Adanya penelusuran pihak-pihak yang akan memutuskan atau memberikan pembuktian atas kasus Paniai.Memastikan KOMNAS HAM memiliki peran lebih terutama mengenai penguatan akar rumput, pendampingan korban dan saksi, serta menjadi media monitoring and court monitoring.
Keadilan atas peristiwa Paniai Berdarah harus segera dijemput dan negara wajib memberikan garansi ketidak berulangan dari kejahatan HAM untuk memastikan kualitas demokrasi dan tanggung jawab Hukum HAM.