Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih mengecam keras pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut seorang presiden hingga para menteri ‘boleh kampanye, boleh memihak’ selama gelaran Pemilihan Umum (Pemilu). Pernyataan yang disampaikan di Landasan Halim Perdana Kusuma tersebut muncul di tengah sorotan soal netralitas kabinet saat ini serta tudingan pemanfaatan fasilitas negara untuk berkampanye. Kami menilai bahwa pernyataan ini akan sangat berbahaya bagi berjalannya praktik demokrasi menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang. Selain itu, diizinkannya unsur jabatan Presiden dan Menteri untuk melakukan kampanye secara terbuka pun akan menimbulkan conflict of interest dan berimplikasi pada rangkaian praktik kecurangan di lapangan.
Secara ideal, Presiden selaku kepala negara dan pemerintahan seharusnya bertugas untuk menjalankan mandat konstitusi yang menghendaki agar Pemilu berlangsung secara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain mengontrol bawahannya untuk taat pada konstitusi, keteladanan untuk berbuat fair itu seharusnya dimunculkan oleh Presiden. Sayangnya, lewat berbagai pernyataan dan indikasi, Presiden nampak sangat berpihak pada salah satu Paslon yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Keberpihakan Presiden tentu tidak dapat dianggap sepele, sebab Presiden memiliki kontrol penuh atas instrumen pertahanan-keamanan yang mana dapat mengarahkan dukungan masyarakat. Dalam beberapa peristiwa pun ketidaknetralan unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atau perangkat desa tanpa diikuti oleh langkah penegakan hukum. Berbagai indikasi ini akhirnya menciptakan insinuasi bahwa Pemilu memang diselenggarakan secara curang dan berpihak pada salah satu Paslon.
Lebih lanjut, kami menilai bahwa statement yang diucapkan oleh Jokowi menunjukan bahwa Presiden memiliki standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu. Hal tersebut bahkan diatur secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pejabat yang kampanye untuk tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya serta menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Kami pun menganggap bahwa pernyataan ini akan rawan disalahgunakan, sebab pejabat yang akan ikut kontestasi ataupun mendukung salah satu pasangan calon akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga dipastikan terjadi abuse of power. Hal ini bahkan telah terjadi, tercermin dari politik bagi-bagi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan para Menteri dalam kabinet seperti halnya Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
Alih-alih menegur para menteri dan meminta agar fokus di akhir masa jabatan, pernyataan Jokowi juga hanya akan membuat kinerja pemerintahannya tidak berjalan efektif di akhir periode.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya menyatakan “Sebagai pelaksana demokrasi, menjadi sangat tidak etis dan layak Presiden Jokowi terang-terangan kepada publik menyampaikan pernyataan Presiden dan Menteri berhak kampanye serta berpihak. Dalam siklus politik elektoral, peran Presiden seharusnya dapat memastikan bahwa ketegangan politik dapat diredam dengan menunjukan kenetralan serta memastikan Pemilu dapat berjalan dengan adil dan bermartabat.”
“Ada etika politik yang dilanggar oleh Presiden, karena terang-terangan menciderai demokrasi prosedural dan substansial, sebab dapat diartikan ada keberpihakan.” Tambah Dimas.
“Tiada negara demokrasi tanpa pemilu, tapi Pemilu yang berdiri di atas kecurangan dan perilaku koruptif telah meruntuhkan sendi-sendi demokrasi. Pernyataan Jokowi hanya menambah deret dan rekam buruk pelaksanaan Pemilu yang harusnya dilaksanakan secara Luberjurdil. Jokowi secara terang telah ugal-ugalan dalam melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan, khususnya UU Pemilu yang secara tegas melarang tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu dan menunjukkan keberpihakan pada masa kampanye” tandas Gina Sabrina, Sekjen PBHI.
Atas dasar uraian di atas, kami mendesak:
Pertama, Presiden Republik Indonesia untuk mencabut pernyataan terkait Presiden dan Para Menteri diperkenankan untuk melakukan kampanye serta berpihak;
Kedua, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan secara ketat terhadap seluruh langkah tindak Presiden yang mengarah pada ketidaknetralan, karena berpotensi besar berimplikasi pada kecurangan di lapangan;
Ketiga, Menteri-menteri dalam kabinet untuk tetap profesional dalam menjalankan tugas kenegaraan dan tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk kepentingan politik elektoral.
Jakarta, 24 Januari 2024
Koalisi Masyarakat Sipil