Siaran Pers
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
Pada peringatan hari HAM International yang jatuh pada 10 Desember, Presiden Jokowi melalui sambutan virtual yang ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden mengajak semua pihak untuk memperkuat komitmen pemenuhan Hak Asasi. Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan apa yang ditunjukan pemerintah saat ini. Selama satu tahun kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin, PBHI mencatat berbagai hal yang menunjukan lemahnya komitmen pemerintah terhadap HAM antara lain.
Pertama, ketidakjelasan pemerintah dalam menghadapi dan menanggulangi pandemi Covid-19. Ketika negara-negara di dunia sibuk melakukan tindakan preventif guna mencegah masuknya vi…
[23:30, 10/12/2020] Pak Totok PBHI: Siaran Pers
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
MEMPERTANYAKAN AJAKAN DAN KOMITMEN PRESIDEN JOKOWI TERKAIT HAM
Pada peringatan hari HAM International yang jatuh pada 10 Desember, Presiden Jokowi melalui sambungan virtual yang ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden mengajak semua pihak untuk memperkuat komitmen pemenuhan Hak Asasi. Pernyataan ini bertolak belakang dengan apa yang ditunjukan pemerintah saat ini. Gina Sabrina selaku Kordinator Pemantauan HAM PBHI melihat Selama satu tahun kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin, kami mencatat berbagai hal yang menunjukan lemahnya komitmen pemerintah terhadap HAM antara lain.
Pertama, ketidakjelasan pemerintah dalam menghadapi dan menanggulangi pandemi Covid-19. Ketika negara-negara di dunia sibuk melakukan tindakan preventif guna mencegah masuknya virus COVID-19, pemerintah Indonesia justru membuka lebar keran pariwisata dan menyebabkan dengan mudah masuknya Covid-19 ke Indonesia. Selain itu, kesiapan tata kelola regulasi pun terkesan lambat dan tidak tepat sasaran. Kesimpangsiuran informasi, ketidakjelasan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, serta rendahnya proses pengawasan membuka peluang pemanfaatan anggaran kepada pihak pihak tertentu, hal tersebut terbukti dengan munculnya dugaan kasus korupsi bantuan sosial yang langsung dilakukan oleh Menteri Sosial.
Kedua, di tengah penanganan kasus COVID-19 di Indonesia yang masih belum terkendali, Presiden justru mendesak pembahasan dan pengesahan Omnibus UU Cipta Kerja. Dalam jangka waktu 100 hari, DPR-RI mengesahkan suatu produk perundang-undangan yang kontroversial dan nihil partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses pembahasannya. Selain itu, pasca disahkannya UU ini, ditemukan banyak sekali cacat secara metode penulisan dan secara substantif banyak merugikan hak-hak masyarakat.
Ketiga, pendekatan represfitas yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapi kritik dari masyarakat luas. Di tengah Pandemi COVID-19, Negara justru menggunakan mekanisme pembatasan yang ketat dan tidak perlu, kekerasan dan kriminalisasi dipertunjukan oleh pemerintah dalam menjawab kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Kriminalisasi terhadap masyarakat sipil, salah satunya yakni kasus yang menimpa Jerinx SID menunjukan bagaimana negara menggunakan kewenangannya untuk membungkam kritik masayarakat.
Ke empat, Pernyataan Jaksa Agung yang menyatakan bahwa kasus Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM. Statement yang kemudian ditentang keras oleh keluarga korban, dan berakhir dengan Gugatan PTUN yang dikabulkan oleh Hakim. Putusan Hakim dengan tegas menunjukkan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Pejabat Negara tersebut bertentangan dengan sistem peradilan. Mengingat bahwa Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dan jelas menyatakan Kasus Semanggi I dan II merupakan kasus pelanggaran HAM Berat dan harus diselidiki lebih lanjut.
Kelima, RAN-HAM seringkali hanya menjadi perencanaan semata karena lemah dalam proses implementasinya. Buruknya kordinasi, ego sektoral dan saling lepas tanggung jawab antar instansi pelaksana menjadikan RAN-HAM sulit dilaksanakan. Belum selesainya pembahasan RAN-HAM 2020 – 2024 menunjukan lemahnya kordinasi dan komitmen pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya terhadap HAM secara terencana.
Berdasarkan Hal tersebut, Chikita selaku Kordintaor Advokasi HAM PBHI meminta kepada Presiden sebagai kepala negara dan pemeritahan untuk :
- Memastikan RAN-HAM yang sedang disusun tidak saja dapat menjawab kebutuhan masyarakat atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM namun juga dapat di impelementasikan dengan baik
- Secara khusus memerintahkan Jaksa Agung RI untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang telah diajukan Komnas HAM
- Memerintahkan dan mengawasi instansi yang menangani permasalahan pandemi covid untuk memastikan akses dan kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat
Demikian siaran pers ini kami sampaikan, untuk informasi lebih jauh terkait dengan siaran pers ini dapat menghubungi Chikita Edrini (Kordinator Advokasi HAM PBHI) di Nomor 08979339678 Atau Gina Sabrina (Kordinator Pemantauan HAM PBHI) di Nomor 085282355928
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia
Badan Pengurus Nasional