Ucapannya menegaskan bahwa Teten ANTI-DEMOKRASI, MELAWAN KONSTITUSI dan HUKUM, serta MELANGGAR HAK ASASI.
Hak Atas Partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara.
Di sisi Legislatif juga dijamin, Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Partisipasi Aktivis di berbagai level juga membuktikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara, pembentukan undang-undang berbasis hak asasi manusia, penelitian-penelitian, dan advokasi lainnya.
Kemajuan Indonesia justru terhambat oleh kasus korupsi. Teten sebagai MANTAN AKTIVIS ANTIKORUPSI harusnya paham ini, kecuali Teten lupa atau sengaja melupakan. Teten juga kurang membaca, KPK mencatat korupsi terbanyak dilakukan sektor swasta yang melibatkan pengusaha, sejak 2004 sampai Mei 2020 ada 297 kasus korupsi. Selain karena sistem birokrasi yang masih korup. Di posisi Teten sekarang, Menteri, tercatat ada 12 orang yang korupsi sejak rejim Megawati sampai Jokowi.
“Pernyataan Teten yang sesat, memperburuk kondisi demokrasi setelah kegaduhan 3 Periode dan penundaan Pilkada. Jika ingin mencari muka untuk menyelamatkan diri dari reshuffle harusnya meningkatkan kinerja, bukan menjilat penguasa dengan menstigma Aktivis,” pungkas Julius Ibrani, Ketua PBHI.
“Kinerja Teten buruk dan tidak berdampak, masyarakat masih banyak melaporkan kasus-kasus mafia tanah berbasis simpan pinjam koperasi, korbannya masyarakat ekonomi bawah, tapi pengawasan dan pembinaan teknis nyaris tidak ada di lapangan, lebih bagus kinerjanya Teten ketika jadi Aktivis Antikorupsi,” lanjut Julius Ibrani.
“Kalau memang begitu membenci Aktivis, Teten bisa meminta Presiden Jokowi dan Moeldoko untuk memecat seluruh Mantan aktivis di jajaran KSP dan Kementerian!” tegasnya.
Presiden Jokowi sebaiknya mengevaluasi ketat Menteri yang sembarangan memberikan pernyataan seperti ini. Karena berdampak buruk terhadap akhir pemerintahan Jokowi nantinya.
16 Mei 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia.