Presiden Joko Widodo telah menerima Surat Penguduran Diri Lili Pintauli Siregar dari jabatan Komisioner. Mundurnya Lili P Siregar berimplikasi pada kekosongan 1 kursi Komisioner, padahal masa jabatan Lili P Siregar baru akan berakhir pada September 2023.
PBHI menyoroti 1 kursi kosong pimpinan KPK, sebagai pintu masuk strategis pembenahan KPK secara kelembagaan sekaligus komitmen pemberantasan korupsi ke depan.
Dalam catatan PBHI, rejim KPK saat ini memiliki rapor merah dalam hal kinerja dan integritas. Sebut saja, menurunnya tren jumlah (tahun) tuntutan Jaksa KPK dan vonis dalam 5 tahun terakhir. Lalu, minimnya sasaran sita aset dan Denda serta Uang Pengganti. Belum lagi absennya KPK membentengi KPK pada Revisi UU KPK dan Kasus TWK, lalu Syarat pengetatan Remisi Koruptor dalam revisi PP 99/2012 dan Revisi UU Pemasyarakatan. Bahkan, asse recovery dan penyelamatan potensi kerugian negara masih jauh dari angka 5%.
Selain itu, KPK juga memiliki catatan integritas Pimpinan. Sebut saja Firli dengan gratifikasi helicopter, lalu Lili P Siregar yang namanya terseret dalam Kasus Walikota Tanjung Balai, sampai bocornya agenda penggeledahan dalam kasus korupsi di DitJend Pajak.
Mengacu pada Pasal 33 UU KPK, jika terjadi kekosongan kursi Pimpinan KPK maka Presiden mengajukan calon anggota pengganti ke DPR RI. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa calon anggota pengganti diambil dari calon pimpinan yang tidak terpilih di DPR RI sepanjang memenuhi persyaratan di Pasal 29 UU KPK.
“Presiden Jokowi dan DPR jangan sampai “kejebur” di lubang yang sama. Calon anggota pengganti yang dipilih harus punya rekam jejak yang jelas di bidang antikorupsi, supaya punya visi dan misi yang jelas saat jadi pimpinan, bukan aji mumpung dan ambil keuntungan dari jabatan”, pungkas Julius Ibrani, Ketua PBHI.
“Tunggakan” pekerjaan KPK masih banyak betul, performa buruk dihadapkan dengan meningkatnya kasus korupsi dan kerugian negara akibat korupsi sekitar Rp 62 triliun, dan kasus besar seperti Harun Masiku tidak jelas, mungkin masih ongkang-ongkang kaki sambal tertawa di luar sana,” tegas Gina Sabrina, Sekjen PBHI.
Kondisi di atas mendorong PBHI untuk mendesak:
1) Presiden Joko Widodo segera mengajukan calon anggota pengganti di KPK kepada DPR RI, yang berpengalaman di bidang antikorupsi dan memiliki integritas tinggi dengan merujuk pada Pasal 33 UU KPK;
2) DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara transparan, akuntabel dan partisipatif terhadap calon anggota pengganti di KPK, dengan mengeliminasi kepentingan politik dan kepartaian;
Jakarta, 11 Juli 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia