Menjelang Pemilihan Umum 2024, Kontestasi politik kian Menguat. Sayangnya diskursus mengenai Hak asasi manusia dan pembangunan demokrasi tidak menjadi mainstream dalam ruang politik Pemilu. Dinamika yang berkembang lebih pada memperlihatkan kontestasi pemenangan kandidat bukan kontestasi ide dan gagasan.
Kami menilai isu dan agenda HAM tidak lagi dianggap sebagai hal yang penting bagi pembangunan politik demokrasi. Para aktor politik masa lalu yang telah menjadi elit penguasa telah membajak dan merekayasa ulang bagaimana peristiwa pelanggaran HAM Berat masa lalu, sekaligus kondisi korban dan pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. Tentunya hal ini berbahaya bagi demokrasi dan HAM serta menyakiti hati para korban yang masih berjuang demi keadilan.
Kami memandang, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang melibatkan sejumlah jenderal era pemerintahan otoriter Orde Baru, merupakan salah satu agenda reformasi 1998. Penyelesaian berbagai kasus tersebut menjadi penting, bukan hanya untuk memenuhi keadilan para korban, tapi juga sebagai bentuk koreksi atas kejahatan militer dan rezim otoriter di masa lalu dan untuk menjamin tidak berulang lagi dalam perjalanan bangsa di masa depan.
Dalam konstruksi sejarah Orde Baru, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu adalah buah dari praktik hitam negara yang menjadikan kekerasan sebagai metode ampuh untuk menghadapi kelompok kritis di masyarakat. Dengan dalih atasnama kepentingan keamanan nasional, tindakan penangkapan secara sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan, dan pembunuhan jadi metode dan cara kotor yang digunakan oleh rezim militer. Padahal alasan kepentingan keamanan nasional hanyalah tameng untuk mempertahankan kekuasaan rezim.
Sebagai bangsa kita harus memiliki kesadaran bersama bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan hanya untuk kepentingan keluarga korban, melainkan juga kepentingan kita yang menginginkan kepastian bahwa praktik kotor negara teror ala orde baru tidak terjadi lagi dimasa datang. Hal ini hanya dimungkinkan dengan tidak memberi ruang politik kepada pelaku untuk duduk dalam kekuasaan dan mendorong mereka yang bertanggungjawab untuk diadili. Dengan menghukum para pelaku pelanggaran HAM itu adalah kita bisa dengan tenang mendapatkan kepastian bahwa kasus serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Kita semua punya utang sejarah kepada para pejuang demokrasi yang mati dan hilang pada masa Orde baru ataupun pada masa Reformasi. Karena mereka, kita meraih kebebasan hari ini meski politik kini belum sepenuhnya menunjukan wajah autentiknya. Membawa para pelaku pelanggaran HAM ke meja pengadilan adalah tugas suci kita bersama. Jangan biarkan mereka menjadi penguasa di negeri ini. Jika itu terjadi, tentu sejarah akan malu mencatatnya.
Jakarta, 26 Juli 2023
KOALISI KORBAN DAN MASYARAKAT SIPIL MELAWAN LUPA
PBHI Nasional, Elsam, IMPARSIAL, Kontras, IKOHI, Amnesti Internasional Indonesia, WALHI, Centra Initiative, Setara Institute, HRWG, Forum De Facto, Maria Sanu (Ibu Kandung Stefanus, Korban Tragedi Kerusuhan 1998), Petrus Hariyanto (Korban Penyiksaan dan Tragedi 27 Juli 1996), Paian Siahaan (Ayah Kandung Ucok Munandar, Korban Penculikan & Penghilangan Paksa 1997/1998)