Jakarta, 4 Oktober 2020 – Untuk menekan penyebaran virus Covid-19 Para pakar epidemiologi telah merekomendasikan untuk menjalankan testing (pengujian), tracing (penelusuran) dan treatment (pengobatan) untuk menekan angka penularan virus ini. Chikita Edrini Marpaung selaku staf advokasi hukum dari PBHI menyatakan, “Sampai hari ini berdasarkan pemantauan kami langkah testing melalui metode Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) belum dijalankan secara terukur oleh pemerintah. Sudah enam bulan sejak bencana non-alam diumumkan namun jumlah testing masyarakat masih sangat rendah.”
Berdasarkan data yang dikutip dari Statista jumlah tes di Indonesia baru menyentuh 112.113 per satu juta jiwa. Bahkan, Indonesia menempati urutan kedua terendah yaitu 30 dari 31 negara. Bukannya melakukan testing secara masif dan terukur, pemerintah malah menyerahkan kepada pihak swasta untuk membuka layanan tes RT-PCR mandiri kepada masyarakat luas yang berdampak pada komersiliasi biaya test yang harus ditanggung oleh masyarakat. Walaupun muncul desakan untuk mendorong peran aktif pemerintah untuk menyediakan biaya test RT-PCR kepada masyarakat, namun hal itu hanya dijawab pemerintah dengan menetapkan standar maksimal biaya tes RT-PCR sebesar Rp.900.000 (2/10) yang masih dirasakan jauh dari kemampuan masyarakat yang dilanda krisis ekonomi dampak dari pandemi covid.
Chikita menilai kebijakan penetapan batas maksimal ini adalah bentuk dari melepaskan tanggung jawab terhadap masyarakat. Seharusnya pemerintah menyediakan akses tes RT-PCR bagi masyarakat dengan pembiayaan yang ditanggung penuh oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa sejak awal Maret lalu Presiden Jokowi telah menetapkan kondisi Pandemi COVID-19 sebagai bencana non-alam dimana penanggulangan serta pencegahan penyebarannya menjadi tanggung jawab penuh negara. Pasal 12(2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights-ICESCR) serta Paragraf 12(b) Komentar Umum Nomor 14 mengenai Pasal 12 ICESCR, yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005, bahkan mengatur bahwa Negara wajib mengupayakan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri, pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, serta penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis.
Gina Sabrina selaku Program Officer PBHI menjelaskan “Tes melalu metode RT-PCR yang merupakan bagian dari upaya pencegahan penularan Pandemi COVID-19 sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Namun faktanya, sejak awal penetapan Pandemi COVID-19 sebagai bencana non-alam, Pemerintah tidak fokus dalam upaya memberikan tes gratis kepada masyarakat dan saat ini justru bertindak seperti swasta dengan sibuk melakukan penetapan harga.”
Demikian siaran pers ini PBHI sampaikan sebagai bentuk respon atas buruknya upaya pemerintah dalam penanggulangan Pandemi Covid 19.
Hormat Kami,
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia