Kami mengecam keraspenggunaan kekuatan yang berlebihandan penangkapan yang dilakukan anggota Kepolisian Republik Indonesia terhadap setidaknya 50 pengunjuk rasa damai di Jakartapada hari Kamis 15 Juli 2021dan setidaknya 23 pengunjuk rasa damai di Jayapura pada Rabu 14Juli 2021.
Kami memandang tindakan tersebut melanggar hak atas kebebasan berekspresi serta hak atas kebebasan berkumpul warga yang sedang menyampaikan aspirasi mereka secara damai.Kami menilai, unjuk rasa damai merupakan respons warga negara terhadap proses politik dalam revisi dan perpanjangan otonomi khusus di Papua, yang akan berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari. Seharusnya negara menjamin keamanan parademonstran dalam menyampaikan aspirasi diruang-ruang publik untuk menyatakan pikiran, pendapat maupun kritik, aspirasi politik dan ekspresi mereka, bukan malah melakukan tindakan represif berupa intimidasi, pembubaran, penangkapan dan penyiksaan. Tindakan tersebut menciptakan preseden buruk dalam praktik berdemokrasi di Indonesia.
Kami mengingatkan bahwa hak atas kebebasan berekspresi serta berkumpul dijamin oleh Pasal 19 dan 21 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 tahun 2005. Baik kebebasan berekspresi dan berkumpul harus diterapkan dengan cara non-diskriminatif, sebagaimana yang telah dijamin dalam Pasal 26 Kovenan. Meskipun kebebasan berekspresi dan berkumpul dapat dibatasi, batasan tersebut harus sesuai dengan prinsip HAM internasional, yaitu diatur secara jelas berdasarkan hukum, untuk mengejar tujuan yang sah, dan pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional.Lebih jauh, jaminan atas hak kebebasan berekspresi dijelaskanjuga dijelaskandalam Komentar Umum No. 34 atas Pasal 19 ICCPR.
Oleh karena itu, negara wajib melindungi ekspresi politik yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang keberadaannya dijamin oleh hukum HAM internasional.Kami juga menerimalaporan tentang kekerasan yang dialami para pengunjuk rasa. Mereka mengalami pemukulan dan terluka dibagian anggota tubuh.Sebagai penegak hukum, polisi harusnyamampu menaati aturan hukum, termasuk untuk tidak melakukan penyikasaan terhadap mereka yang ditangkap dan ditahan.
Sebagai negara pihak Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT), Indonesia memiliki kewajiban untuk memastikan terduga atau tahanan diperlakukan secara manusiawi di dalam setiap tahap proses penegakan hukum.Kami juga mengingatkan bahwa di tingkat kepolisian sekalipun, larangan untuk melakukan intimidasi, ancaman, dan siksaan fisik telah secara jelas diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 8/2009 tentang ImplementasiPrinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Atas dasar itu, kami menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk:
1.Segera membebaskan seluruh pengunjuk rasa damai dengan segera dan tanpa syarat;
2.Menjamin hak mereka untuk tidak mendapatkan siksaan atauperlakuan lainnya yang merendahkan dan tidak manusiawi;
3.Memastikan proses investigasiyang cepat, menyeluruh, dan efektif oleh badan-badan independen dan tidak memihak terhadap semua dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh anggota kepolisian yang menggunakan kekuatan berlebihan dalam proses penangkapan dan penahanan para pengunjuk rasa.
Jakarta dan Papua, 15 Juli 2021
Koalisi Kemanusiaan Papua
Koalisi Kemanusiaan Papua adalah kemitraan sukarela yang pertama kali bekerja sama dalam kasus pembunuhan Yeremia Zanambani di bulan September 2020. Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi dan individu, yaitu Amnesty International Indonesia,Biro Papua PGI,Imparsial, Elsam Jakarta, Kontras, Aliansi Demokrasi untuk Papua, KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, SKPKC Keuskupan Jayapura, Public Virtue Research Institute,PBHI,dan peneliti Cahyo Pamungkas.