RILIS PERS
Kamis (12/08), Presiden Joko Widodo memberikan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76, 77, dan 78 TK/TH 2021 tertanggal 4 Agustus 2021. Fakta yang tidak dapat dielakkan adalah Eurico Guiterres terlibat dalam pelanggaran HAM Berat di Timor Timur pasca referendum tahun 1999.
Ada 4 hal yang kritikal dari sikap politik Presiden Jokowi ini, pertama, seperti menjilat ludah sendiri dalam hal komitmen terhadap hak asasi. Presiden Jokowi “menjual” Hak asasi manusia dalam berbagai kampanye dan pidatonya sejak 2014, namun faktanya, Presiden Jokowi tidak menyelesaikan satupun dari 12 kasus pelanggaran HAM Berat.
Pemberian penghargaan ini, memperkuat dugaan bahwa Presiden Jokowi betul-betul anti terhadap Hak Asasi Manusia, karena sebelumnya telah menerbitkan rancangan Peraturan Presiden (RanPerpres) tentang Unit Kerja Presiden Untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Melalui Mekanisme Non Yudisial (UKP-PPHB) yang menuai penolakan publik karena bertentangan dengan berbagai undang-undang.
Kedua, Presiden Jokowi telah mempermalukan diri dan pemerintah Indonesia di hadapan dunia internasional. Bagaimana tidak, Pemerintah Indonesia dan Timor Leste telah menyusun laporan Pelanggaran HAM Berat di Timor Timur dalam Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) dengan judul “Per Memorim Ad Spem” (Melalui Ingatan ke Harapan) yang mengakui bahwa Pemerintah Indonesia bertanggung jawab terhadap Pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Timor Timur. Laporan KKP dipublikasikan ke dunia internasional dan menjadi catatan politik Indonesia. Namun seolah menampar wajah sendiri dengan pemberian Bintang Jasa Utama terhadap Pelaku. Peradilan Internasional juga telah mendakwanya sebagai aktor kejahatan kemanusiaan dalam kasus Timor Timur.
Ketiga, yang paling fundamental, Presiden Jokowi seperti merusak ingatan dan membunuh harapan ratusan ribu korban pelanggaran HAM berat pasca referendum 1999. Pasalnya, tidak ada pemenuhan hak korban hingga saat ini, tapi justru ada penghargaan bagi pelaku.
Keempat, Presiden Jokowi seolah mengubur hidup-hidup KomnasHAM sebagai komisi negara yang menyusun temuan dan laporan pelanggaran HAM berat untuk dijadikan bahan laporan KKP. Karena tidak meminta pertimbangan KomnasHAM sebagai lembaga yang spesifik menangani kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur.
Berdasarkan pertimbangan di atas, PBHI mendesak agar:
- Presiden Joko Widodo untuk mencabut penghargaan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres dan para pelaku yang terlibat pelanggaran HAM dan/atau kejahatan terhadap kemanusiaan;
- Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung dan KomnasHAM untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
- Presiden Joko Widodo untuk menjamin kewajibannya memenuhi hak-hak korban atas kebenaran (the right to know the truth), hak korban atas keadilan (the right to justice), dan hak korban atas reparasi (the right to reparation) sebagaimana dijamin oleh amanat konstitusi
- KomnasHAM untuk menyatakan sikap secara formal terhadap penghargaan kepada Euciro Guiterres dan para pelaku pelanggaran HAM dan/atau kejahatan kemanusiaan oleh presiden Joko Widodo.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
Jakarta, 15 Agustus 2021