#BeritaPBHI
PBHI, Imparsial bersama Komnas HAM Susun Kajian Cepat Terhadap Usulan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
PBHI bersama Imparsial dan Komnas HAM RI tengah menyusun Kajian Cepat berjudul “Kajian Cepat Terhadap Usulan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia” sebagai bentuk rekomendasi terkait usulan perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kajian ini disusun untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi I dan Baleg DPR RI yang saat ini tengah membahas perubahan undang-undang TNI.
Rencana perubahan UU TNI mendapat banyak perhatian, khususnya dari kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Kajian cepat ini disusun sebagai respon terhadap agenda usulan perubahan serta memberikan gambaran atas aspek-aspek yang berdimensi hak asasi manusia dalam usulan perubahan pasal-pasal tersebut. Penyusunan tersebut disusun melalui metode kualitatif baik desk study serta diskusi terfokus yang diselenggarakan bersama ahli yang berasal dari latar belakang HAM dan diskusi ahli reformasi sektor keamanan serta keamanan manusia (human security).
Dalam kajian tersebut, para penyusun menyoroti usulan perubahan pasal-pasal krusial yang dinilai dapat berpotensi melanggar HAM, mengancam prinsip negara demokrasi serta bertentangan dengan amanat reformasi TNI dan POLRI. Termasuk berkaitan dengan ruang hak partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan undang-undang. Mengingat hanya tersisa waktu 46 (empat puluh enam) hari masa aktif DPR pasca reses untuk membahas RUU ini. Belum terpotong dengan agenda sidang bersama DPR, DPD dan MPR dan agenda lainnya.
Selama penyusunan kajian cepat ini, PBHI, bersama Komnas HAM RI dan Imparsial tergabung sebagai tim penyusun, terlibat dalam serangkaian kegiatan untuk memastikan komprehensifnya analisis terhadap usulan perubahan UU TNI.
Perubahan UU TNI harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek hak asasi manusia. DPR sebagai legislator maupun Pemerintah diharapkan meninjau ulang usulan perubahan UU TNI ini.
PBHI, Komnas HAM, dan Imparsial menegaskan bahwa TNI harus tetap berada dalam koridor-koridor hak asasi manusia serta negara demokrasi agar tidak mendistorsi tugas utama dan profesionalisme TNI. Melalui kajian ini, diharapkan perubahan UU TNI ini untuk ditinjau dan ditunda dengan terlebih dahulu mengevaluasi implementasi UU TNI dan kinerja TNI secara komprehensif.
***
dilakukan di periode selanjutnya dengan substansi yang mengatur peran dan fungsi TNI yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keamanan manusia dan melibatkan partisipasi publik yang berarti.
harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam perubahan
harus memastikan bahwa hukum yang dihasilkan benar-benar memperkuat tugas TNI yang profesional tanpa melanggar hak-hak masyarakat sipil. PBHI, Komnas HAM, dan Imparsial menegaskan bahwa TNI harus tetap berada dalam koridor-koridor hak asasi manusia agar tidak terjadi benturan dengan masyarakat. Melalui kajian ini, diharapkan perubahan UU TNI akan dilakukan di periode selanjutnya dengan substansi yang mengatur peran dan fungsi TNI yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keamanan manusia dan melibatkan partisipasi publik yang berarti.
Proses ini tidak hanya melibatkan rapat internal, tetapi juga dilengkapi dengan FGD yang strategis, bertujuan untuk meninjau dan menyempurnakan kajian. Di kesempatan ini PBHI menggandeng dua ahli, yaitu Bhatara Ibnu Reza, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan Muhamad Haripin, Peneliti BRIN, untuk memberikan rekomendasi terhadap kajian yang disusun. Dalam FGD ini, kedua narasumber menyoroti kekurangan mendasar dalam rancangan undang-undang TNI, yaitu urgensi agar perspektif keamanan manusia (human security) harus diintegrasikan secara menyeluruh dalam undang-undang TNI. Ini mencakup penekanan pada hak asasi manusia, yang sering terabaikan dalam wacana militer, seperti isu toleransi, ancaman terhadap ideologi bangsa, terorisme, dan bencana. Tindak lanjut dari FGD ini merupakan finalisasi penulisan yang dilakukan oleh tim penulis untuk dapat dibawa sebagai bahan audiensi ke DPR RI.
Perubahan UU TNI harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek hak asasi manusia. DPR sebagai legislator harus memastikan bahwa hukum yang dihasilkan benar-benar memperkuat tugas TNI yang profesional tanpa melanggar hak-hak masyarakat sipil. PBHI, Komnas HAM, dan Imparsial menegaskan bahwa TNI harus tetap berada dalam koridor-koridor hak asasi manusia agar tidak terjadi benturan dengan masyarakat. Melalui kajian ini, diharapkan perubahan UU TNI akan dilakukan di periode selanjutnya dengan substansi yang mengatur peran dan fungsi TNI yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keamanan manusia dan melibatkan partisipasi publik yang berarti.
***
Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak terjadi Dwifungsi ABRI jilid II, sehingga penting untuk memastikan tidak terjadinya tumpang tindih kewenangan, penyalahgunaan peran, fungsi, dan tugas TNI di luar dari etika dan profesionalisme prajurit.
Dalam isi kajian tersebut, PBHI menyoroti pada beberapa usulan perubahan pasal-pasal krusial yang dinilai dapat mengancam kebebasan sipil, bertentangan dengan nilai hak asasi manusia dan negara demokrasi serta memundurkan pencapaian reformasi TNI.