Siaran Pers
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
PANSEL KPK HARUS CORET CAPIM PELANGGAR UU ANTIKORUPSI!
Jakarta, 30 Agustus 2024 – Sebanyak 40 Calon Pimpinan (Capim) KPK periode 2024-2029 telah diumumkan lulis ke tahap selanjutnya pasca tes tertulis oleh Pansel KPK. Nama yang akan mengmban tugas mulia sekaligus sangat berat, yakni, pemberantasan korupsi. Sangat berat karena terjadi state-legalised corruption di 3 level: regulasi/kebijakan, struktur dan kultur. Regulasi/kebijakan negara yang pro-korupsi seperti UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK, kemudian, struktur institusi pemberantas korupsi yang sangat bobrok dengan adanya pesta pora korupsi massal di internal, yakni, Pimpinan, Dewas, Pegawai, bahkan Penyidik yang korupsi (sebut saja, Firli, pungli di Rutan KPK, penyidik Stephanus Robbin, dll). Sementara penyidik dan pegawai berintegritas justru diberangus lewat Tes Wawasan Kebangsaan. Terakhir, kultur yang buruk seperti yang dicontohkan Firli, Lili, menyusul Nurul Gufron dan Johanis Tanak dan Alexander Marwata yang berkali-kali melanggar etik.
Pansel harus mencari “manusia setengah dewa” dengan paket komplit sejak di level paling fundamental, yakni, kapasitas dan integritas, hingga level progresif yang membenahi kondisi state-legalised corruption. Tidak mudah untuk mencari, namun tidak sulit untuk menseleksi. Rekam jejak adalah indikator paling mudah diperiksa, utamanya terkait kinerja dan kepatuhan hukum. Apalagi, mayoritas calon dari unsur aparat penegak hukum (APH): Polisi, Jaksa, dan Hakim serta Internal KPK aktif.
PBHI menelusuri rekam jejak yang sederhana terkait catatan kinerja dan kepatuhan hukim (UU Antikorupsi: UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; dan Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Kemudian menemukan catatan krusial.
Pertama, banyak Capim yang TIDAK PATUH PELAPORAN LHKPN, kemudian, ditemukan jumlah harta kekayaan yang TIDAK WAJAR karena fantastis nilainya, termasuk fluktuasi kenaikan yang FANTASTIS dalam durasi waktu yang singkat.
Kedua, sebagian besar Capim dari “kontingen” HAKIM justru memiliki REKAM JEJAK SANGAT BURUK, yakni, MEMVONIS RINGAN kasus-kasus korupsi bahkan melarang peliputan oleh media massa dan jurnalis dalam sidang kasus korupsi.
Ketiga, mayoritas “kontingen” aparat penegak hukum lainya juga bermasalah dalam rekam jejak kinerjanya, khususnya dalam penegakan hukum, baik POLISI maupun JAKSA. Selain ada dugaan penyalahgunaan kewenangan, lalu masalah transparansi proses, termasuk tupoksi pemberantasan korupsi yang diemban.
Pansel KPK harus jeli melihat indikator yang sangat mudah ditelisik ini. Sejatinya, tidak patuh pada UU Antikorupsi lalu rekam jejak buruk dari aspek hukum dan antikorupsi, sudah merupakan titik mutlak untuk mencoret nama-nama Capim tersebut.
Jakarta, 03 September 2024
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)