Jakarta, 17 September 2020 – PBHI menghadiri Undangan Kegiatan Workshop “Konsultasi Atas Kajian Peraturan Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM” yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) . Adapun kegiatan Workshop ini dihadiri oleh berbagai lembaga masyarakat sipil dan juga Komnas HAM sebagai narasumber.
Dalam presentasinya Komnas HAM melaporkan bahwa sepanjang tahun 2019 terdapat sebanyak 23 (dua puluh tiga) peristiwa yang memenuhi kualifikasi peristiwa dugaan pelanggaran HAM. Sedangkan selama 2020, ada 4 (empat) pengaduan tentang Pembela HAM yang disampaikan ke bagian Pengaduan Komnas HAM yakni ; (1) Kasus Kriminalisasi terhadap Sdr. Onrizal oleh Penyidik Polda Sumatera Utara, (2) Penyerangan kantor LBH Apik, (3) Kasus kekerasan di Bouven Digoel Papua Barat, (4) Kriminalisasi Effendi Buhing tokoh masyarakat adat Kinipan.
Sejalan dengan laporan Komnas HAM tersebut, kegiatan Workshop ini bertujuan untuk menampung aspirasi kelompok masyarakat sipil terkait Kajian Peraturan Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa hingga saat ini masih terdapat kekosongan hukum terkait Perlindungan bagi Pembela HAM (atau dikenal juga dengan istilah “Human Right Defender”). Peraturan Komisi Nasional HAM Nomor 5 tahun 2015 tentang Perlindungan Terhadap Pembela HAM menjadi satu-satunya aturan yang mengakomodir secara spesifik terkait definisi Pembela HAM. Namun dalam pengaturannya, aturan ini juga masih memiliki beberapa kekurangan sehingga kelompok masyarakat sipil mendorong penyempurnaan aturan tersebut dengan melakukan revisi. Sehingga guna mendorong upaya tersebut, kelompok masyarakat sipil dirasa perlu untuk ikut berkontribusi dan memberikan masukan terkait kajian yang hendak dilakukan.
Adapun Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) sebagai peserta diskusi yang diwakili oleh Julius Ibrani menyampaikan bahwa selama ini upaya penyelesaian kasus-kasus kriminalisasi pada Pembela HAM yang sebagian besar dilakukan oleh Oknum Aparat Hukum, bentuk tindak lanjutnya hanya sebatas etik dan hingga kini tidak bisa menyentuh substansi represi dan penyiksaan yang dilakukan.
“Selain itu, bagaimana caranya supaya saat ada pelanggaran terhadap Pembela HAM (“HRD”) proses hukum terhadap Pelaporan kriminalisasinya bisa dihentikan atau ditunda terlebih dahulu? Ini penting, sebab keamanan HRD menjadi prioritas yang sedang kita diskusikan hari ini” ujar Julius Ibrani , Sekretaris Jendral PBHI Nasional.
“Tentu kita harus mencari caranya, supaya bisa intervensi sejauh itu. Sekelas Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja bisa intervensi melalui Surat Edaran KPU yang menyatakan bahwa Peserta PILKADA tidak bisa dipidana sepanjang sedang menjalankan tugas kampanye. Harus dicari itu celahnya.” Lanjut Julius.
Masukan-masukan yang telah disampaikan oleh Kelompok masyarakat sipil ini nantinya akan dirangkum oleh ELSAM dalam upaya menysun Kajian Peraturan Komnas HAM No. 5 tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM. (CEM)