Pada acara Summit for Democracy 2021, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memajukan demokrasi dan HAM di level kawasan maupun global. Namun hal ini sangat tidak tercermin dalam berbagai langkah dan kebijakan yang dibuat. Indonesia bahkan mengalami kemunduran yang signifikan dalam sektor kebebasan sipil dan demokrasi. Laporan Index Demokrasi yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit menempatkan Indonesia pada urutan ke-64 dengan skor 6.3. Skor terendah dalam 14 tahun terakhir.
Kasus pelanggaran HAM masih marak terjadi pada rezim Joko Widodo. Sepanjang Januari 2020 hingga September 2021 Komnas HAM menerima sebanyak 5172 aduan pelanggaran HAM. Ancaman kriminalisasi juga terus menyerang para aktivis. Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mencatat sepanjang 2019 hingga 2020 terdapat 10 kasus sedangkan pada 2021 terdapat 12 kasus kriminalisasi terhadap aktivis. Belum lagi pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua, salah satunya penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani yang diduga melibatkan anggota TNI. Pemblokiran internet di Papua, yang mencerminkan pelanggaran terhadap hak atas informasi dan kebebasan berekspresi. Presiden juga telah gagal dalam memenuhi hak masyarakat atas udara bersih di Ibu Kota Jakarta yang dikukuhkan melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ribuan buruh pun tidak mendapat perlindungan dari PHK sepihak selama pandemi Covid-19.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu juga tidak menujukan kemajuan yang berarti. Masih terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum mendapat keadilan. Pemerintah justru memilih untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara non-yudisial. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip keadilan transisi yaitu hak atas kebenaran, hak atas keadilan, jaminan ketidakberulangan, serta hak atas reparasi. “Pemerintah sejak dulu tidak pernah menunjukan komitmen serius dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi. Bahkan Presiden Joko Widodo mempertontonkan adanya impunitas bagi para pelanggar HAM dengan menempatkan mereka pada berbagai jabatan strategis termasuk pada kursi Menteri.” disampaikan oleh Gina Sabrina, Manager Program PBHI.
Lebih lanjut, Gina juga menyampaikan bahwa bila tidak ada upaya serius yang dilakukan untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat di masa lalu, serta memperbaiki sektor kebebasan sipil dan demokrasi, maka komitmen yang diucapkan Presiden Jokowi hanya sebatas acting yang dilakoni dalam pemerintahan drama yang ia pimpin.
Jakarta, 10 Desember 2021
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
Narahubung:
Gina Sabrina
Seira Tamara