Menko Polhukam, Mahfud MD pada 19 Desember lalu mengumumkan pembentukan tim khusus beranggotakan 22 orang jaksa senior untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM berat.
Menanggapi pembentukan timsus, PBHI menyoroti beberapa hal. Di antaranya berkaitan dengan komposisi anggota dari timsus itu sendiri.
Gina Sabrina, Manager Program PBHI menguraikan pentingnya melibatkan unsur masyarakat dalam timsus. “Dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, artinya kita sedang mengusut perbuatan yang dilakukan oleh negara. Jika timsus hanya diisi oleh aparat penegak hukum seperti jaksa, maka yang kita bicarakan adalah negara yang sedang mengusut negara. Lantas siapa yang dapat menjamin independesinya? Oleh sebab itu unsur masyarakat seperti LSM yang bergerak pada advokasi HAM, dan komunitas korban, juga perlu dilibatkan di dalam timsus.” sebut Gina.
Proses penyidikan juga wajib dilakukan secara professional dan transparan. Timsus harus melakukan penyidikan dengan beranjak dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Serta yang paling penting adalah memprioritaskan pemenuhan rasa keadilan dan pemulihan hak korban beserta keluarga. Selama ini yang menjadi penghambat dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu adalah pengembalian berkas dari Jaksa Agung kepada Komnas HAM dengan berbagai alasan. Lambatnya proses penyelesaian kasus tentunya juga menghambat korban dan pihak keluarga dalam mendapatkan keadilan.
Selain itu, PBHI mendorong agar seluruh rantai komando dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dapat diurai secara jelas. Hal ini penting agar dalang pada setiap pelanggaran HAM yang terjadi dapat diproses secara hukum. Mengingat banyak penyelesaian kasus pelanggaran HAM selama ini hanya memproses aktor lapangannya saja dan justru meloloskan aktor intelektual yang sebenarnya paling bertanggungjawab.
Jakarta, 20 Desember 2021
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
Narahubung:
Gina Sabrina
Seira Tamara