Siaran Pers Bersama
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis
“Hentikan Pemanggilan Kepala Desa yang Rawan Disalahgunakan untuk Kepentingan Politik Elektoral”
Di tengah penyelenggaraan Pemilu, institusi Kepolisian melakukan pemanggilan terhadap sejumlah Kepada Desa. Pada 20 November 2022, setelah mengikuti sebuah kegiatan diskusi, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) dipanggil oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Timur untuk dimintai keterangan atas laporan masyarakat mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana desa tahun 2019-2022. Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah juga melakukan pemanggilan terhadap 176 Kepala Desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023. Menurut Polda Jawa Tengah, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah periode 2020 sampai 2022.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pemanggilan terhadap sejumlah kepala desa di tahun Pemilu ini telah menimbulkan kontroversi dan perhatian masyarakat. Pemanggilan kepala desa ini justru rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa. Ditambah lagi, belakangan ini ada indikasi kuat kontestan Pemilu yang berupaya memobilisasi dukungan para kepala desa untuk kepentingan pemenangan politik pemilu. Kondisi dan situasi di Jawa Tengah, terkait pemanggilan kepala desa telah mendapatkan perhatian publik dan menimbulkan kontroversi, karena memperlihatkan sejumlah kejanggalan, mulai dari momentumnya di tengah pelaksanaan Pemilu, pemanggilan yang serentak, berlangsung di daerah utama kontestasi elektoral.
Jika dugaan adanya motif politik elektoral di balik pemanggilan para kepala desa tersebut benar adanya, polisi patut diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai munculnya kritik dan kekhawatiran masyarakat terkait pemanggilan kepala desa yang rawan jadi alat politik seharusnya menjadi warning bagi institusi kepolisian. Sangat penting bagi institusi kepolisian untuk mengedepankan profesionalitas dan netralitas di tengah penyelenggaraan Pemilu. Masyarakat Sipil mengikatkan bahwa institusi kepolisian bukanlah alat kekuasaan, termasuk kepentingan elit politik untuk pemenangan kontestasi Pemilu. UU Polri telah menegaskan bahwa Polri bukan sebagai alat kekuasaan dan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam bentuk apapun. Institusi kepolisian yang disalahgunakan oleh elit politik untuk pemenangan Pemilu tidak hanya mengancam kebebasan dalam Pemilu, tapi juga merusak profesionalisme polisi. Tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, namun juga dapat merusak moral institusi yang seharusnya bersikap independen dan imparsial dalam situasi politik saat ini.
Koalisi masyarakat sipil mendesak Kepolisian harus mengedepankan prinsip dan standar hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk penghormatan terhadap prinsip demokrasi. Penting dicatat, dalam konteks Pemilu, kepolisian memiliki dua kewajiban ganda yang harus dijalankan secara seimbang, yaitu kewajiban menjamin keamanan dan ketertiban publik dalam Pemilu dan kewajiban untuk tidak mengintervensi hak asasi manusia, termasuk hak-hak politik warga negara dan menjamin lingkungan politik yang bebas dari intimidasi. Kepolisian seharusnya lebih fokus pada memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan manfaat dari Pemilu yang dijalankan secara sehat dan bebas dari semua bentuk intervensi yang mengganggu dan melemahkan ekspresi kehendak rakyat. Polisi dan aparat keamanan yang tidak menghormati hak asasi manusia berpotensi menciptakan suasana intimidasi yang menghambat para pemilih dan merusak keaslian hasil pemilu.
Jakarta, 2 Desember 2023
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024
Narahubung:
- Julius Ibrani (Ketua PBHI)
- Gufron Mabruri (Direktur IMPARSIAL)
- Wahyudi Djafar (Elsam)
- Dimas Bagus Arya (Kontras)
Anggota Koalisi
PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, YLBHI, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI.