Kami Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengecam tindakan pemerkosaan yang terjadi pada Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia, pemerkosaan yang merendahkan martabat perempuan bukan kali pertama bagi pekerja BMI. Tindakan kesewenang-wenang polisi diraja Malaysia kerap terjadi, mulai dari bentuk kekerasan, intimidasi, perampasan pasport BMI, pemenjaraan bahkan yang baru ini terjadi terhadap BMI pemerkosaan di kantor kepolisian bukit Mertajam-Penang- Malaysia, yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum sendiri.
Tinda kan brutalitas pemerkosaan yang merendahkan martabat perempuan BMI oleh polisi Malaysia berawal ; ketika rekan korban turun, polisi lalu menghentikan taksi yang ditumpangi korban di pusat perbelanjaan Megamall di Perai. Petugas pun lantas meminta surat-surat kendaraan sang sopir. Mengetahui ada seorang warga asing yang duduk di bangku belakang, petugas kemudian menanyakan paspor korban. Karena korban tidak membawa paspor asli, dia hanya menunjukkan fotokopinya. Tak terima, petugas lalu menggiring sopir taksi beserta penumpang ke kantor polisi. Dalam pemeriksaan, polisi lantas melepas sopir taksi. Namun, terhadap korban, polisi justru melakukan penahanan. Korban sempat memohon untuk dilepaskan. “Petugas bertanya, berapa banyak uang yang dibawa. Korban mengaku tidak ada, kecuali dirinya. Tak berapa lama, tiga orang polisi meniduri korban secara bergiliran di sebuah ruangan di kantor polisi. Sebelum diantar ke tempat tinggalnya, korban sempat diancam agar tidak mengadu. korban segera melapor ke polisian Malaysia atas pemerkosaan yang telah menimpanya. Dari pengakuan korban, ternyata pemerkosaan terhadap perempuan Indonesia bukanlah pertama kali terjadi.
Kebijakan perlindungan BMI tidak hanya diberikan pada saat sejak proses Pra keberangkatan, bekerja di negara tujuan serta pada saat kembali ke negara asal. Namun sangat disayangkan kebijakan jaminan perlindungan hak-hak buruh migran yang ada sekarang ini, dalam Undang-Undang Nomor. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) belum sesuai dengan standar HAM internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (selanjutnya disebut Konvensi Buruh Migran tahun 1990) bagian dari penguatan komitmen pemerintah daerah untuk tidak saja menyusun kebijakan di tingkat lokal untuk melindungi buruh migrant yang hampir seluruhnya perempuan. Pengabaian dan pembiaran negara membuat BMI semakin rentan mengalami kekerasan dan berbagai pelanggaran atas hak-haknya. Hal ini jelas menunjukan kelemahan pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1984 dan Rekomendasi Umum CEDAW No. 26 mengenai Pekerja Migran Perempuan yang dikeluarkan Komite CEDAW tahun 2008.
Berdasarkan peristiwa tersebut diatas, kami PBHI menuntut kepada Pemerintah Indonesia :
1. Mengecam dan mengutuk keras segala bentuk-bentuk tindakan pemerkosaan buruh migrant Indonesia yang dilakukan oleh 3 (tiga) 2. orang polisi diraja Malaysia;
2. Segera mengusut tuntas dan adili pelaku pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian Malaysia secara transparan dan terbuka;
3. Pemerintah Indonesia segera melindungi BMI yang bekerja diluar negeri dan mengevaluasi MOU anatara Malayasia dan Indonesia terkait perlindugan buruh migrant;
4. Segera melakukan Diplomat Warning terhadap pemerintahan Malaysia.
Jakarta, 13 November 2012
BADAN PENGURUS NASIONAL
PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAM INDONESIA – PBHI
Angger Jati Wijaya