19 Desember 2022, KPK menambah daftar Tersangka Hakim Yustisi di MA atas nama EY, menyusul 13 tersangka sebelumnya dalam kasus dugaan Suap penanganan perkara.
- Identifikasi Pola dan Modus: Periksa Indikator Kunci
Berpijak pada pengalaman membongkar kasus korupsi Mantan Sekretaris MA, Nurhadi dalam pengurusan perkara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), bersama Direkturnya, Hiendra Soenjoto, MA dan KY harusnya dapat membangun sistem yang menutup celah korupsi. Jaksa KPK pernah mengungkap skema “puppet master” dan “to own nothing but control everything” yang diturunkan lewat pengaturan Register Perkara, Urutan Pemeriksaan, Formasi Majelis Hakim, hingga Pertimbangan dan Amar Putusan.
Hal yang sama terjadi pada perkara yang tengah menyeret 14 nama dari MA. Indikator-indikator ini adalah kunci yang mengikuti alur manajemen perkara, yang cukup panjang birokrasinya.
Indikator kunci ini dapat menjadi pegangan untuk pembenahan sistem peradilan oleh MA dan KY ke depan.
- Penguatan KPK untuk Bersama KY, Benahi MA
“Trigger mechanism” sebagai mandat KPK harus pula diikuti dengan pembenahan peradilan di bawah MA, yang melibatkan KY. Betul bahwa KPK punya kewenangan yang sangat signifikan melalui OTT, dan menjadi tumpuan kinerja dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi, KPK juga punha tanggung jawab koordinasi dan supervisi serta pencegahan yang harus sejalan secara simultan dengan OTT, jika tidak maka KPK mirip seperti Damkar tapi menyiram api tanpa mencari titik api lain untuk mencegah.
Presiden Jokowi, Menkomarves Luhut Panjaitan, dan Menkopolhukam Mahfud MD, harusnya malu dan refleksi diri atas dosa besarnya melemahkan KPK lewat Revisi UU KPK dan menyusupkan Kuda Troya di Pimpinan KPK.
KPK harusnya diberi perluasan kewenangan agar dapat menjangkau seluruh titik birokrasi serta lembaga negara tanpa pengecualian, dan tanpa perlu ada penindakan terlebih dahulu. Dan tentu dipimpin oleh Komisioner yang bebas nilai dan bukan titipan politik.
- Evaluasi Holistik, Pengembangan Setiap Kasus Korupsi
Indikator Kunci dilengkapi dengan kewenangan untuk menggali infomasi, fakta dan bukti, harusnya juga menjadi pintu masuk untuk mencegah seluruh pihak yang berperkara, baik Advokat maupun prinsipalnya, Hakim Pengadilan hingga Hakim Agung yang telah terindikasi dengan kejanggalan bahkan temuan awal yang mengarah pada korupsi perkara.
Hakim di Pengadilan hingga Hakim Agung tidak hanya memeriksa 1-2 perkara, demikian Advokat bahkan prinsipalnya, belum lagi perkara pidana yang harus berhadapan dengan negara sebagai pihak, Kepolisian dan Kejaksaan, tentu ada posisi tawar politik selain kewenangan formil saja.
KPK harus terus menelisik dsn mengembangkan setiap perkara korupsi yang ditangani, agar berdampak pada perubahan menuju “zero corruption system”.
PBHI berkomitmen penuh mendorong reformasi sistem peradilan, salah satunya pembenahan di Mahkamah Agung. Oleh sebab itu, PBHI melanjutkan “Posko Pengaduan Korban Mafia Peradilan” yang diperuntukkan pada siapapun yang menjadi korban praktik-praktik mafia peradilan di seluruh titik dan level.
Jakarta, 22 Desember 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)