Jakarta, 11 Januari 2023
Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) bentukan Presiden Jokowi di bawah Menkopolhukam, Mahfud MD pada Agustus 2022 berbasis Keppres No. 17/2022, mengumumkan laporannya dan dibungkus pidato Presiden Jokowi. Ada 2 kata kunci dalam pidato Jokowi: mengakui dan menyesali terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Sejak awal, PBHI mencatat perangai buruk dan tipu-tipu Presiden Jokowi dan siapapun mantan aktivis yang jadi otak di belakang pembentukan Keppres No. 17/2022 karena beberapa indikator. Pertama, tidak transparan dan tidak melibatkan korban secara umum. Kedua, tidak punya dasar hukum dan tidak berbasis mekanisme UU No. 39/1999 tentang HAM dan KomnasHAM karena mekanisme “non-yudisial” tidak dikenal dalam konsep HAM. Ketiga, tidak jelas konsep dan metodenya, bahkan tujuannya bertentangan dengan keadilan bagi korban. Merujuk pada substansinya, justru sebatas nuansa “kerohiman” melalui santunan fasilitas berbasis anggaran saja.
Keadilan bagi korban hanya bisa terpenuhi jika ada pengungkapan kebenaran, ajudikasi terhadap pelaku, reformasi institusional dan pemenuhan hak-hak korban. Hal ini dapat terjawab secara sederhana dengan pertanyaan apa peristiwa yang terjadi, siapa pelakunya, dari institusi apa, kapan akan diadili, kapan akan direformasi. Pernyataan Presiden Jokowi yang sebatas mengakui dan menyesali tidaklah menjawab apapun. Yang artinya, Presiden Jokowi justru menjadi bagian dari pelanggengan pelanggaran HAM berat yang secara otomatis akan menyebabkan pengulangan peristiwa dan impunitas terhadap pelaku. Presiden Jokowi menjadi bagian dari pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu dengan tindakan berupa ommission akibat berkuasa namun membiarkan. Bahwa Mahfud MD menyatakan tetap ada proses yudisial di pengadilan HAM juga tidak dapat dipercaya, karena pengadilan HAM berat untuk tragedi Paniai jelas jadi tolok ukurnya: peradilan fiktif untuk cuci dosa pelaku dan institusi.
Resultante dari Keppres No. 17/2022 dan Tim PPHAM serta pidato Presiden Jokowi jelas memiliki tujuan lain, bukan untuk kepentingan korban secara utuh. “Bunga-bunga” jelas hanyalah kebohongan belaka dan bersifat gimmick. Lantaran Presiden Jokowi dalam kondisi kritis akibat Perppu Cipta Kerja yang mengkhianati Pancasila dan UUD 45, serta melanggar hak asasi manusia.
PBHI menolak dengan tegas Keppres No. 17/2022 dan Tim PPHAM serta pidato Presiden Jokowi, dan tetap meminta pertanggungjawaban negara secara holistik demi keadilan bagi korban. Presiden Jokowi harus segera mencabut No. 17/2022 dan membubarkan Tim PPHAM, kembali pada investigasi pelanggaran HAM berat melalui KomnasHAM dan memastikan Jaksa Agung segera menuntut pelaku ke hadapan pengadilan HAM.