Pada 26 Januari 2020, Polda Sumatera Barat melakukan penggerebekan terhadap NN bersama Anggota DPR RI Komisi VI, Andre Rosiade. Berbagai Pernyataan Andre Rosiade di berbagai media menyatakan bahwa proses penggerebekan NN dilakukan dengan skema penjebakan yang sengaja direncanakan dan diorganisir serta diaporkan oleh Andre Rosiade.
PBHI mencatat kejanggalan atas peristiwa tersebut.
Pertama, penjebakan tidak ada dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga tidak ada dasar hukumnya. Hukum Indonesia hanya mengatur tentang undercover buy dan control delivery untuk kejahatan terorganisir dan lintas negara terkait Narkotika saja (UU No. 35 Tahun 2009). Selain itu, Andre Rosiade juga bukan Penyelidik dan/atau Penyidik yang berwenang untuk menjebak dan bukan juga tugas dari Anggota DPR RI. “Terlibatnya politisi dalam proses penegakan hukum tentu merusak criminal justice system yang merupakan tugas aparat penegak hukum. Ini juga melanggar etika Anggota DPR karena melampaui tugas dan tanggung jawabnya. Dewan Kehormatan DPR RI harus memeriksa Andre Rosiade”, kata Totok Yuliyanto (Ketua PBHI).
Kedua, kejahatan yang dituduhkan terhadap NN diawali dengan rencana yang diduga dilakukan oleh Andre Rosiade melalui temannya, untuk memesan, menentukan harga, serta memfasilitasi hotel. Artinya, niat jahat dalam rangkaian kejahatan ini tidak berasal dari NN, dan NN justru menjadi korban karena secara tidak sadar “dipaksa” untuk mempersalahkan dirinya sendiri. “Ini bentuk self incrimination yang melanggar hak asasi manusia NN dan oleh sebab itu, secara hukum NN tidak salah dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana”, Julius Ibrani (Sekjen PBHI) menjelaskan.
Ketiga, jika dikatakan bahwa penjebakan untuk membongkar kejahatan terorganisir maka seluruh pihak yang mengorganisir harus dipidana, termasuk Andre Rosiade yang diduga merencanakan bersama temannya (berdasarkan Penyertaan dan Concursus Idealis). Kejahatan yang hanya dituduhkan kepada NN sehingga berstatus Tersangka juga janggal, yakni Pasal 298 tentang Prostitusi yang seharusnya dikenakan pada Mucikari/Germo, bukan Pekerja Seks yang dianggap sebagai Korban Prostitusi. “Terlihat sekali adanya dugaan rekayasa dan pemaksaan terhadap tindak pidana yang dikenakan terhadap NN namun bertentangan dengan KUHP, dan ini tidaklah manusiawi, NN harus dilepaskan oleh Kepolisian”, lanjut M Fauzan (Ketua BPw PBHI Sumatera Barat).
Berdasarkan hal-hal di atas, PBHI menegaskan agar Polda Sumbar untuk tidak mencari-cari keselahan dengan merekayasa bukti untuk menutupi aib pihak-pihak yang mengeksploitasi NN. PBHI meminta Polda Sumatera Barat untuk segera membebaskan dan mencabut status Tersangka dari NN serta melakukan rehabilitasi terhadap NN hingga dapat kembali diterima dalam masyarakat.
PBHI meminta kepada Mahkamah Kehormatan Dewan di DPR secara transparan dan akuntable melakukan pemeriksaan terhadap Andre Rosiade, terkait peristiwa penggerebakan atas dirinya bersama NN yang kemudian oleh yang bersangkutan disanggah dengan alasan melakukan penjebakan.
PBHI juga mendorong Komnas Perempuan dan KomnasHAM untuk segera melakukan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi untuk membebaskan NN dari jerat hukum yang melanggar HAM dan tidak manusiawi.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
- Totok Yuliyanto (Ketua PBHI Nasional) : 082297771782
- Julius Ibrani (Sekjen PBHI Nasional) : 081314969726
- M Fauzan (Ketua PBHI Sumatera Barat) : 08116600381