HENTIKAN BRUTALITAS DAN KEBIADABAN APARAT NEGARA DI WADAS!
(Selasa, 08/02/22)
Sekitar 900an aparat kepolisian dan gabungan TNI dan Satpol PP mengepung Masyarakat Wadas, dengan bersenjata api lengkap. Aparat berdalih melakukan pengawalan atas pengukuran lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Warga Wadas yang mempertahankan hak atas tanah yang dirampas dengan alasan lahan yang ditunjuk sebagai proyek strategis nasional.
Aparat kepolisidan dan gabungan melakukan tindakan-tindakan brutal dan biadab yang melanggar hukum dan melanggar hak asasi manusia di Wadas, sebut saja, mengepung warga di dalam masjid, melakukan penyisiran (sweeping), penggeledahan tanpa dasar hukum, sampai penangkapan sewenang-wenang terhadap warga, bahkan tindakan kekerasan seperti pemukulan dan lainnya yang menyebabkan warga Wadas luka-luka. Tercatat ada sekitar 60 warga yang dibawa oleh aparat kepolisian termasuk perempuan, anak hingga lansia.
Pengerahan aparat kepolisian dan gabungan (TNI dan Satpol PP) jelas tidak sesuai dengan kegiatan Badan Pertanahan Nasional dalam pengukuran tanah, terlebih lagi, agenda pengukuran tanah oleh BPN telah melanggar banyak prosedur termasuk melanggar hak atas tanah warga Wadas yang terdampak proyek.
“Tidak ada satu pun Tupoksi Polri dan TNI untuk pengukuran tanah. Pengerahan peronil dalam jumlah berlebihan, penggunaan senjata api dan kekuatan berlebihan, jelas tidak relevan dengan pengukuran tanah oleh BPN. Patut diduga, bahwa pasukan gabungan (Kepolisian, TNI, Satpol PP) justru untuk merepresi warga Wadas, fakta yang dapat dilihat adalah terjadinya penyisiran dan pengepungan serta penggeledahan tanpa dasar hukum, hingga penangkapan-penahanan sewenang-wenang,” ungkap Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani.
“Pelanggaran HAM dan Kode etiknya sangat nyata dan jelas terlihat. Jangan sampai publik disesatfikirkan dengan sejumlah pernyataan petinggi publik yang tidak paham dengan prinsip-prinsip dasar HAM ini. Komnas HAM, Komnas Perempuan harus segera turun ke lapangan dan menjamin perlindungan keamanan bagi warga yang mendapatkan kekerasan dan intimidasi. Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Propam dan Kompolnas harap segera melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah penggunaan senjata dan kekuatan berlebihan yang dilakukan aparat dalam konflik-konflik Lingkungan.” Tegas Chikita selaku Koordinator Advokasi PBHI Nasional.
“Ombudsman dalam hal ini juga harus segera bergerak untuk memastikan dugaan indikasi pelanggaran administrasi atas rencana penambangan proyek pembangunan Nasional Bendungan Bener di Desa Wadas. Seluruh bentuk perizinan mulai dari analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) izin eksplorasi maupun izin operasi produksi seharusnya menjadi catatan Ombudsman. Ombudmsman untuk segera turun dan mencegah pelanggaran administrasi lebih lanjut dalam narasi proses pengukuran yang berusaha mengintimidasi dan menekan warga.” Ungkap Gina Sabrina selaku Sekjen PBHI Nasional.
Perlu diingat, paling tidak ada 3 proyek nasional di Jawa Tengah yang dilaksanakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekologis yang merusak lingkungan dan bahkan dengan cara-cara yang bengis: represif dan melanggar hukum, serta melanggar HAM warga terdampak proyek. Sebut saja, pabrik semen di kendeng, PLTU di Batang, dan terakhir Wadas.
Oleh sebab itu, PBHI Nasional menuntut kepada:
1) Presiden Jokowi untuk menghentikan proyek nasional yang telah melanggar hukum dan hak asasi manusia warga yang terdampk termasuk memerintahkan Gubernur Jawa Tengah untuk menghentikan proyek nasional di Wadas;
2) Kapolri Jendral Listyo Sigit, untuk memerintahkan Kapolda Jawa Tengah beserta seluruh jajarannya untuk menarik personil termasuk menindak tegas seluruh tindakan pelanggaran hukum dan hak asai manusia yang dilakukan bersama Kompolnas;
3) KomnasHAM dan KomnasPerempuan untuk mendatangi warga Wadas dan menindak tegas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Wadas.
Jakarta, 09 Februari 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)