Ketua Mahkamah Agung menjelaskan penempatan Anggota TNI dalam rangka peningkatan pengamanan internal, demi keamanan dan kenyamanan hakim agung melaksanakan tugas dan sebagai “benteng” dari tamu-tamu tak dikenal yang tidak berkepentingan untuk masuk ke Gedung MA.
MA sebagai bagian dari sistem peradilan berwenang memeriksa dan memutus perkara di tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, sebagaimana UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 3/2009 tentang MA. TNI sendiri adalah adalah alat negara untuk mempertahankan, melindungi dan menjaga keutuhan negara dari ancaman militer atau bersenjata, berdasarkan UU No 3/2002 tentang Pertahanan dan UU No. 34/2004 tentang TNI. UU 34/2004 memandatkan tugas TNI mencakup Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer selain perang (OMSP).
Pelaksanaan OMSP sebagaimana Pasal 7 ayat (2) huruf UU 34/2004, untuk mengatasi gerakan separatisme dan pemberontakan bersenjata, mengamankan wilayah perbatasan, tugas perdamaian dunia, sistem pertahanan semesta dan lainnya. Dalam Tugas Perbantuan OMSP sekalipun, merupakan tanggung jawab dari panglima TNI dengan persetujuan Presiden.
Yang pada intinya tidak relevan dengan alasan MA dan ada dasar hukum bagi MA maupun TNI untuk penempatan Anggota TNI dalam pengamanan Gedung MA. Konsekuensinya baik MA maupun TNI telah melanggar hukum karena bertentangan dengan berbagai UU di atas.
Selain itu, MA dan TNI juga telah menjatuhkan marwah profesionalitas TNI sebagai alat pertahanan negara untuk tugas perang dan selain perang (militer) dan masuk ke ruang sipil.
Meski Ketua MA menjelaskan tidak ada kaitannya dengan peristiwa OTT oleh KPK terhadap Hakim Agung dan Pegawai MA, termasuk penggeledahan di ruang Sekretaris MA dan Hakim Agung Prim Haryadi, namun publik bisa menilai dengan jelas dari segi “momentum” waktu.
Terlebih lagi, sebagai pemeriksa perkara tindak pidana korupsi, MA tahu persis bahwa nyaris tidak ada kasus korupsi di TNI yang berani diusut tuntas oleh KPK selain korupsi helikopter, itu pun dengan koordinasi langsung Panglim TNI. Belum lagi, sejarah mencatat saat terjadi kisruh di KPK soal “Cicak vs Buaya Jilid I”, Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Mahfud MD, yang sedang memeriksa perkara yang terkait kasus korupsi di KPK pernah menggunakan strategi yang sama, menggunakan kekuatan militer untuk menjaga MK setelah anggota Polri ditarik dari MK. Pengamanan MA oleh Anggota TNI justru menimbulkan masalah baru dan jadi preseden buruk bagi instansi negara.
Oleh sebab itu, PBHI mendesak:
- Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI agar penempatan Anggota TNI segera dihentikan;
- Panglima TNI segera menarik mundur Anggota TNI yang ditempatkan di MA;
- Ombudsman RI memeriksa dugaan maladministrasi oleh MA dan TNI atas penempatan Anggota TNI di Gedung MA yang bertentangan dengan hukum dan perUUan terkait MA dan TNI;
Jakarta, 19 November 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia