BEBASKAN BUDI PEGO, SELAMATKAN PEJUANG HAM SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP!
Petani asal Desa Sumberagung, Heri Budiawan alias Budi Pego, ditangkap pada 24 Maret lalu, dengan dalih eksekusi putusan Mahkamah Agung No. 1567 K/Pidsus/2018 dengan vonis 4 tahun penjara.
Sebelumnya, pada 4 April 2017, Budi pego dituduh menyebarkan ajaran komunisme menggunakan sanduk berlogo palu-arit (Pasal 170a KUHP tentang kejahatan terhadap keamanan negara), saat memimpin aksi menolak aktivitas tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, oleh PT Merdeka Copper Gold/PT Bumi Suksesindo, di mana pemegang saham mayoritasnya adalah Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Di mana penambangan emas diikuti pembabatan hutan yang mengakibatkan banjir besar pada 2016.
Kriminalisasi Pembela HAM: Kepentingan Swasta di Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia?
Budi Pego membela hak asasi manusia dan kepentingan warga oleh karenanya ditetapkan sebagai Pembela HAM di Bidang Lingkungan Hidup oleh KomnasHAM pada 2018 berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Perlindungan Pembela HAM melalui Peraturan Komnas HAM Nomor 4 Tahun 2021. Surat KomnasHAM juga telah diserahkan kepada Kepolisian, Kejaksaan hingga Pengadilan yang memproses.
Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga melindungi Budi Pego, yang menyatakan “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Peradilan Rekayasa Dari Hulu ke Hilir: Pelanggaran Hukum dan HAM Demi Uang Mengalir?
Faktanya, selama penyelidikan hingga persidangan, tidak pernah ada spanduk berlogo palu-arit yang dituduhkan polisi. Tidak juga ada bukti siapa saja yang membentangkan spanduk palu-arit selama aksi bersama Budi Pego. Hanya ada video aksi tapi tidak menunjukkan adanya spanduk palu-arit. Bukti video pun tidak jelas dan tidak diambil secara sah karena Polisi menyalahi prosedur pengambilan alat bukti.
Vonis pidana terhadap Budi Pego juga meninggi, Pengadilan Negeri banyuwangi awalnya memvonis 10 bulan, namun Mahkamah Agung menaikkan jadi 4 tahun penjara, tanpa ada penambahan bukti atau pemeriksaan baru.
Pihak Kepolisian tidak menyerahkan Surat Penangkapan dan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan dari Kejaksaan, kepada Budi Pego. Budi Pego juga belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung. Tindakan ini jelas melanggara Pasal 270 KUHAP dan Surat Edaran MA No. 21 Tahun 1983. Lebih jauh lagi, tindakan penangkapan secara tidak sah terhadap Budi Pego dapat dikategorikan sebagai Perampasan Kemerdekaan (Pasal 333 KUHP) atau Penculikan Paksa.
PBHI menuntut dengan tegas agar:
- Kapolri, Irwasum dan Divpropam Mabes Polri, serta Kapolda, Irwasda dan Divpropam Polda Jawa Timur menindak tegas anggota kepolisian yang melakukan penangkapan secara tidak sah dan melanggar prosedur eksekusi putusan pengadilan;
- Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Pengawasan menindak tegas jaksa eksekusi yang terlibat dalam penangkapan secara tidak sah dan melanggar prosedur eksekusi putusan pengadilan;
- KomnasHAM melakukan investigasi dan penindakan koordinatif kepada Kapolri dan Jaksa Agung terhadap serangan dan kriminalisasi pejuang HAM sektor lingkungan hidup;
- Ombudsman RI memeriksa pelanggaran administrasi atas penangkapan secara tidak sah dan melanggar prosedur eksekusi putusan pengadilan;
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi dugaan suap perkara terhadap aparat penegak hukum, dari Kepolisian, Kejaksaan, utamanya Mahkamah Agung atas pemeriksaan perkara Budi Pego yang penuh pelanggaran dan kejanggalan;
Jakarta, 25 Maret 2023
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)