Berdasarkan pemberitaan media massa, diduga ada 2 (dua) Hakim dan 1 Panitera di Pengadilan Negeri Rangkasbitung, tertangkap tangan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Banten, terkait dugaan penyalahgunaan narkoba pada Rabu, 18 Mei 2022.
Akan tetapi sampai saat ini, Sabtu 21 Mei 2022, belum ada informasi apapun dari BNN maupun PN Rangkasbitung serta Mahkamah Agung. Ketiadaan informasi dan publikasi terhadap penangkapan 2 Hakim dan 1 Panitera PN Rangkasbitung ini memunculkan banyak dugaan negatif terhadap proses hukum dan pemeriksaan oleh BNN.
Hakim dan petugas BNN sama-sama aparat penegak hukum, yang seharusnya berdiri tegak menjaga marwah sistem peradilan dengan pondasi transparansi. “Penangkapan sudah 3×24 jam tapi tidak ada juga transparansi atau informasi apapun, padahal ini peristiwa tertangkap tangan atau OTT kalau istilah KPK cukup 24 jam saja untuk konperensi pers, masyarakat jadi bertanya apakah karena sesama aparat jadi bisa main mata? Atau jangan-jangan ada proses 86? Ini merusak nama baik dan integritas institusional pengadilan dan Mahkamah Agung, serta BNN sendiri yang selalu gagah berani menyatakan Perang terhadap Narkoba, tetapi mendadak sunyi senyap jika yang ditangkap sesama aparat,” Julius Ibrani, Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI.
Ketiadaan transparansi ini juga akan berdampak negatif bagi tingkat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan instansinya, dalam hal ini hakim, pengadilan dan Mahamah Agung, serta BNN dan penyidiknya. “PR besar untuk penanganan masalah narkoba belum tuntas, perbaikan criminal justice system dengan pendekatan kesehatan juga belum jelas, lalu diperburuk dengan masalah integritas, ini sangat merugikan banyak pihak, negara dan masyarakat,” lanjut Julius Ibrani.
PBHI mendesak agar BNN, PN Rangkasbitung serta Mahkamah Agung bertindak transparan dengan mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi kepada publik sesegera mungkin karena sudah melebihi 3×24 jam. Ombudsman RI harus turun ke lapangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran akibat ketiadaan transparansi informasi yang terjadi.
Komisi Yudisial juga harus bertindak tegas untuk memantau proses serta memeriksa dugaan pelanggaran kode etik profesi hakim yang ditangkap untuk dijatuhkan sanksi tegas. Apabila 2 hakim yang ditangkap memang memiliki masalah ketergantungan terhadap narkoba yang artinya masalah kesehatan, maka PBHI mendorong penanganan dengan pendekatan kesehatan yang merupakan hak asasi, melalui rehabilitasi sampai tuntas.
Penegakan hukum tidak boleh tumpul dan kandas ke sesama aparat penegak hukum, lalu tajam dan beringas ke masyarakat lemah.
Jakarta, 21 Mei 2022
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonsia (PBHI)