Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan, Satgas Khusus (Satgasus) Merah Putih tidak cukup hanya dibubarkan saja.
Menurutnya, perlu ada audit menyeluruh tentang kegiatan yang pernah dilakukan oleh satgasus sejak 2017 lalu. Sebab, kata dia, satgasus dibentuk diam-diam dan tak pernah mengajak masyarakat sipil untuk diminta masukan.
“Boleh dibilang ini tim senyap yang kita gak tahu kapan pembentukannya. Peresmiannya saja kita tidak tahu. Masyarakat sipil saja tidak ikut dilibatkan untuk diminta pertimbangannya. Bahkan, sebelumnya kami sudah sempat protes keras pembentukan Satgas Tinombala,” ujar Julius.
Ia mencontohkan pembentukan Satgas Tinombala, Menurutnya, satgas itu sudah menuai banyak masalah. Bahkan, ketika melakukan misi di lapangan, satu personel Brimob tewas akibat salah tembak.
Saat itu, korban dikira anggota kelompok teroris Santoso dan bergerak tanpa melakukan koordinasi sehingga salah sasaran dan ditembak oleh anggota lainnya.
Julius tak ingin kejadian serupa kembali terulang. Lantaran ada masalah, Satgasus Merah Putih pun dibubarkan.
“Saya sudah tegaskan agar (satgas) ini jangan cuma dibubarkan, tapi juga harus diusut dan bentuk audit investigasi secara resmi. Kalau perlu, ini harus ikut menjadi pertanggung jawaban Presiden dan DPR,” ujar Julius.
Satgasus Merah Putih ikut menjadi sorotan lantaran tim elite di Trunojoyo itu sempat dipimpin oleh Ferdy Sambo.
Jenderal bintang dua itu turut melibatkan para anggota di satgasus tersebut untuk ikut menutupi tindak kejahatannya membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Setidaknya, ada tujuh anggota Satgasus Merah Putih yang kini ikut diproses etik karena diduga telah menghalangi proses penyidikan.
Satgasus itu dibentuk kali pertama pada 2017 lalu. Pada 2022, keberadaan satgasus tetap diperpanjang melalui surat keputusan SPRIN/1583/VII/HUK.6.6./2022.
Dokumen itu diteken langsung oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Sigit bahkan tertulis sebagai pelindung di struktural satgasus elite tersebut.
“Masak Presiden dan DPR gak tahu (keberadaan satgasus), padahal di strukturalnya sampai melibatkan para jenderal. Apalagi ini anggarannya pakai anggaran dari Polri, jadi harus terbuka,” kata Julius.
Lalu, dari mana satgas khusus itu selama ini memperoleh dana operasionalnya?
1. PBHI sebut dana operasional untuk satgasus bersumber dari anggaran dinas Polri
Julius mengatakan, ada niat tidak baik saat sejak awal membentuk satgas yang kerap disebut ‘darah biru’ di Mabes Polri tersebut.
Sebab, mereka diberi kewenangan menangani kasus-kasus yang menjadi sorotan publik atau high profile, tetapi tak pernah ada pertanggungjawabannya.
Mulai dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), korupsi, Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), judi daring, hingga peredaran narkotika.
“Ada gak kasus maling sendal di situ? Mana ada!” ujarnya.
Nominal transaksi uang yang beredar dalam setiap tindak kejahatan itu pun sangat besar. Namun, ketika dibubarkan oleh Kapolri pada 12 Agustus 2022 lalu, tidak ada laporan pertanggungjawabannya.
“Pembentukan satgasus ini sudah melanggar prinsip transparansi. Secara hukum, satgasus ini tidak ada dasarnya, pemilihan timnya dilakukan secara suka-suka dan tidak ada indikator sehingga akhirnya terbentuk crowded dan membenarkan rumor ada polisi di dalam polisi di Mabes Polri,” ujar Julius.
Julius pun mendesak Kapolri, Jenderal Sigit mengungkap ke publik laporan pertanggungjawaban satgasus tersebut.
“Alasannya, pertama, yang terlibat di situ instansi Polri. Itu instansi negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Kedua, anggota yang ditunjuk pelindungnya Kapolri, ada belasan jenderal di satgasus itu, cakupannya seluruh Indonesia. Ketiga, kedudukan satgasus ada di Bareskrim Mabes Polri, dan keempat, anggarannya dari anggaran dinas Polri,” ujarnya.
2. PBHI duga ada dana ilegal yang digunakan untuk operasional satgas khusus Polri
Lantaran satgasus tiba-tiba dibubarkan tanpa melampirkan laporan pertanggungjawaban, Julius pun menduga ada dana tertentu yang sifatnya ilegal digunakan untuk mendanai kegiatan kelompok elite Polri tersebut. Sebab, laporannya mudah dihapus.
Menurut Julius, ada konsekuensi fatal bila kegiatan satgasus menggunakan dana APBN tanpa ada laporan pertanggungjawaban (LPJ). Polri bisa dituduh melakukan korupsi.
“Kalau menggunakan cara berpikir logika terbalik, kalau semua laporan ini dihapus sehingga tak perlu dimintai LPJ-nya, termasuk tak perlu diusut siapa pimpinan yang dimaksud, yakni sejumlah kasus menjadi atensinya, jangan-jangan ada pembiayaan yang bisa dihilangkan dari laporan penggunaan APBN untuk institusionalisasi Polri itu sendiri,” ujarnya.
Ia pun menyebut konsorsium yang rumornya selama ini dilindungi oleh Polri. Informasi yang beredar di media sosial, sejumlah pengusaha bisnis ilegal diduga turut memberikan suap kepada personel Polri.
“Jangan-jangan, uang-uang ‘haram’ ini yang digunakan untuk operasi-operasi khusus sehingga dengan tenang, bisa dikatakan hapus laporan pertanggungjawabannya dan jejaknya,”
“Maka secara institusional tak perlu ada pertanggungjawabannya, termasuk anggaran. Karena kalau satgasus menggunakan dana APBN, mau kinerjanya buruk sekalipun, maka Polri harus melaporkan penggunaan duit itu,” lanjut Julius.
Sumber: https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/pbhi-satgasus-merah-putih-tak-cukup-dibubarkan-harus-ada-audit