Menyesuaikan kebijakan-kebijakan yang diambil salah satunya adalah memastikan sistem pemasyarakatan harus memiliki tujuan utama memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan narapidana…”. Pemasyarakatan yang diatur dalam UU No 12 Tahun 1995, sudah mengarah pada agar narapidana/warga binaan dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Salah satu bentuk perwujudan dari upaya tersebut adalah pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagai narapidana yang berkelakuaan baik setelah menjalani masa hukuman tertentu.
Beberapa hari setelah ilantik, MenkumHAM dan WamenkumHAM mengeluarkan kebijakan terhadap pengetatan dalam memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi Terpidana kasus Korupsi dan Terorisme, sebagaimana dilansir berbagai media dalam Jumpa Pers Kamis 3 November 2011. Terhadap kebijakan tersebut Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) sebagai perhimpunan yang memiliki visi terwujudnya Negara yang menjalankan kewajibanya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, perlu menyampaikan beberapa hal : Pertama, Pertimbangan pengetatan sebagai bentuk efek jera terhadap pelaku koruptor bertentangan dengan semangat tujuan utama sistem pemasyarakatan yang harus memiliki tujuan utama memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan narapidana.
Kedua, Pertimbangan rasa keadilan masyarakat untuk pemberian Pembebasan Bersyarat, berpotensi atas penyalahgunaan wewenang, apabila tidak ada alat ukur yang jelas apa yang dimaksud dengan rasa keadilan masyarakat. Rasa keadilan masyarakat, norma hukum yang hidup dalam masyarakat seharusnya sudah masuk dalam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, sehingga tidak perlu lagi menjadi pertimbangan dalam melakukan pembebasan bersyarat.
Ketiga, Pembedaan jenis kejahatan tertentu yang perlu diperketat untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat merupakan bentuk pembeda-bedaan terhadap narapidana. Pembedaan terhadap pelaku kejahatan seharusnya hanya tercermin dari berapa lama hukuman yang dijatuhi oleh Majelis Hakim dalam Sidang Terbuka.
Keempat, MenkumHAM dan WamenkumHAM, seharusnya lebih memperhatikan bagaimana upaya-upaya yang lebih mengarah dan mendorong pada penyempurnaan system peradilan pidana yang benar-benar mampu menghadirkan rasa keadilan masyarakat. Sekaligus merumuskan visi pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan yang sesuai dengan semangat reintegrasi dan rehabilitasi. Sehingga kebijakannya tidak justru menghambat tujuan system pemasyarakatan.
Kelima, Kondisi Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan dengan jumlah penghuni yang amat sangat melebihi kapasitas dengan standar yang masih dibawah Aturan Standar Minimum bagi perlakuan terhadap Orang Yang ditahan, merupakan tugas yang harus dikerjakan terpenting dan terlebih dahulu daripada mengeluarkan kebijakan yang berakibat menurunkan kebijakan karena membatasi dan mempersulit hak yang seharusnya diterima oleh Narapidana.
Jakarta, 4 November 2011
Badan Pengurus Nasional
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia – PBHI
Angger Jati Wijaya
Ketua
0816 680 845