Persidangan gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Presiden Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri atas pengangkatan Mayjen (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh kini telah memasuki tahap pembuktian. Beberapa alat bukti surat yang diajukan Presiden dan Menteri Dalam Negeri pada persidangan tidak sesuai dengan berbagai pemberitaan di media masa. Sementara sebagian lainnya justru menegaskan gugatan Koalisi Masyarakat Sipil bahwa tindakan Presiden dan Menteri Dalam Negeri yang mengangkat dan melantik Mayjen (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh bertentangan dengan hukum.
Sejauh ini Menteri Dalam Negeri telah mengajukan 13 alat bukti surat. Diantara alat bukti surat yang diajukan tersebut adalah Surat Panglima TNI Nomor B/2133-08-16/18/SPres yang mengusulkan pemberhentian dengan hormat Achmad Marzuki dari dinas TNI tanggal 23 Juni 2022, dan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 43/TNI/2022 yang menetapkan pemberhentian dengan hormat Achmad Marzuki dari dinas TNI tanggal 24 Juni 2022. Padahal berdasarkan pemberitaan di media masa, Panglima TNI saat itu, Jenderal Andika Perkasa, pernah menyatakan bahwa dirinya menandatangani surat usulan pemberhentian Achmad Marzuki yang ditujukan kepada Presiden pada tanggal 1 Juli 2022. Berdasarkan pernyataan Panglima TNI tersebut, surat keputusan pemberhentian Achmad Marzuki sebagai TNI seharusnya ditetapkan setelah tanggal 1 Juli 2022, bukan pada bulan Juni 2022.
Salah satu alat bukti lainnya yang diajukan oleh Menteri Dalam Negeri adalah Surat Nomor 800/3752/SJ tanggal 1 Juli 2022. Surat ini merupakan surat Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengenai rencana dan laporan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya Staf Ahli Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa dari kalangan non-PNS atas nama Achmad Marzuki. Surat ini diterbitkan pada hari yang sama dengan pengangkatan Achmad Marzuki sebagai JPT Madya berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 86/TPA Tahun 2022 tanggal 1 Juli 2022. Dari surat ini dapat diketahui bahwa Menteri Dalam Negeri baru menyampaikan rencana dan laporan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya kepada KASN pada tanggal 1 Juli 2022. Seharusnya, berdasarkan ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), rencana dan laporan pengisian JPT yang ditujukan kepada KASN disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sejak proses pembentukan panitia seleksi. Bukan pada saat yang bersamaan dengan ditetapkannya Achmad Marzuki sebagai JPT Madya.
Alat bukti lainnya yang diajukan Menteri Dalam Negeri adalah Surat Nomor X.821.21/32/SJ tanggal 1 Juli 2022. Surat ini merupakan Surat Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada Presiden guna meminta persetujuan pengisian JPT Madya Staf Ahli Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa dari kalangan non-PNS atas nama. Achmad Marzuki. Anehnya, surat ini juga terbit bersamaan dengan pengangkatan Achmad Marzuki sebagai JPT Madya.
Sementara, Presiden selama persidangan perkara telah mengajukan 10 alat bukti surat. Diantara alat bukti surat yang diajukan tersebut adalah Surat Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia yang ditujukan kepada Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kemsetneg Nomor R-140/Adm/TPA/06/2022 tanggal 24 Juni 2022. Surat ini berisi hasil sidang Tim Penilai Akhir (TPA) yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden, Sekretaris Kabinet, Menteri Sekretaris Kabinet, Menpan RB, Kepala BIN, Kepala BKN, dan Menteri Dalam Negeri yang memberikan persetujuan pengangkatan Mayjen (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh.
Bukti yang diajukan Presiden tersebut menunjukkan bahwa TPA telah memberikan persetujuan pengangkatan Mayjen (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh pada tanggal 24 Juni 2022. Padahal pemberhentian Achmad Marzuki sebagai TNI juga ditetapkan oleh Presiden pada tanggal yang sama, dan baru diangkat sebagai JPT Madya pada tanggal 1 Juli 2022. Itu artinya, persetujuan TPA terhadap Achmad Marzuki untuk menduduki jabatan Penjabat Gubernur Aceh adalah persetujuan yang prematur dan terlalu dipaksakan. Sebab, Achmad Marzuki sendiri pada saat disetujui oleh TPA, belum memenuhi syarat untuk dapat diangkat sebagai Penjabat Gubernur, karena yang bersangkutan belum berstatus sebagai JPT Madya. Sementara berdasarkan ketentuan Pasal 201 ayat (10) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang dapat diangkat menjadi Penjabat Gubernur untuk mengisi kekosongan kepala daerah dalam rangka pemilihan serentak tahun 2024 adalah orang yang berstatus sebagai JPT Madya.
Apa yang terungkap pada pembuktian persidangan perkara ini telah menegaskan bahwa Achmad Marzuki memang sudah dipersiapkan sejak awal saat masih berstatus sebagai TNI aktif untuk diangkat menjadi Penjabat Gubernur Aceh. Hal itu juga membuktikan bahwa Presiden telah mengkhianati agenda dan cita-cita reformasi bangsa Indonesia dengan menghidupkan kemballi dwifungsi TNI secara terselubung.
Persidangan selanjutnya akan diagendakan pada Rabu, 22 Februari 2023 pukul 09.00 WIB di PTUN Jakarta dengan agenda pemeriksaan Ahli dari Koalisi
Untuk itu, kami mengundang rekan – rekan jurnalis TV, Cetak maupun Online kiranya dapat melakukan peliputan terhadap proses persidangan tersebut.
Jakarta, 20 Februari 2023
Hormat kami,
Pengurus YLBHI
LBH Banda Aceh
KontraS
PBHI
Imparsial