[8/9/21] Pukul 01.50 WIB, Blok C Lapas Klas I Tangerang kebakaran dan mengakibatkan 41 orang meninggal, 8 luka berat, dan 73 luka ringan.
PBHI turut berduka cita yang mendalam untuk Warga Binaan yang menjadi korban dan keluarganya.
PBHI menyoroti beberapa hal krusial. Pertama, terjadinya kebakaran membuktikan bahwa infrastruktur Lapas (bangunan) tidak layak huni karena tidak memenuhi standar proteksi untuk keselamatan jiwa Warga Binaan.
“Nyaris tidak terlihat strategi perbaikan sistem dan kebijakan Pemasyarakatan, jadi hanya sekedar menjalankan rutinitas saja. Akibatnya, Pemerintah mengabaikan standar hak asasi manusia. Perlu diingat, warga binaan hanya dibebani perampasan hak atas kemerdekaan sedang hak dasar lain seperti hak atas kehidupan yang layak, perlakuan yang layak, wajib dipenuhi negara.” ungkap Totok Yuliyanto, Ketua PBHI.
Selain itu, PBHI juga menyoroti kondisi ketidaklayakan huni ini yang terjadi pada luas ruang sel dan prasarana di dalamnya serta jumlah penghuninya, sebagaimana pengamatan PBHI selama pendampingan masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Atau yang disebut Over crowding. Kapasitas Lapas Tangerang yang seharusnya diisi oleh 600 warga binaan, justru diisi oleh 2.500 orang lebih yang berdampak pada pengelolaan infrastruktur.
“Tanpa menegasikan kebakaran di Lapas Tangerang, kondisi overcrowding itu sendiri adalah bentuk pelanggaran HAM terhadap Warga Binaan, selain karena tidak terpenuhinya standar hidup layak dalam Lapas, Pasal 4 OPCAT (protokol opsional konvensi anti penyiksaan) menyatakan adanya potensi penyiksaan. Pembiaran terhadap kondisi overcrowding ditambah ketidaklayakan infrastruktur merupakan ancaman nyata bagi keselamatan jiwa Warga Binaan.” Julius Ibrani, Sekjen PBHI.
Sebagai tambahan, Pemerintah cq KemenkumHAM cq Ditjen Pemasyarakatan, harus bertanggung jawab penuh atas terjadinya kebakaran sesuai Pasal 51 Undang-undang Pemasyarakatan (No. 12 Tahun 1995).
“Pemerintah harus bertanggung jawab penuh kepada korban, wajib memberikan ganti kerugian dan rehabilitasi fisik korban. Ke depan, Pemerintah dan DPR RI harus segera merevisi UU Pemasyarakatan dan serius dalam Program Restorative Justice yang dimulai di titik hulu KUHP-KUHAP dan ancaman kriminalisasi berlebihan dan tidak tepat. Dalam jangka pendek KemenkumHAM harus segera memperbaiki insfrastuktur yang layak huni dan memenuhi standar HAM. Apabila Menteri Hukum dan HAM tidak mampu membenahi, sepatutnya diganti segera.” Ujar Chikita Edrini Marpaung, Divisi Advokasi PBHI.
Jakarta, 8 September 2021
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia