Jakarta, 20 Desember 2023 — Tragedi gagal ginjal akut anak (GGAPA) terus bergulir. Para korban masih terus berjuang untuk mendapatkan keadilan. Pada sisi lain Aparat Penegak Hukum juga masih tersu bekerja untuk mengungkap permasalahan ini hingga akar-akar. Hingga dengan saat ini setidak-tidaknya ada tujuh perusahaan farmasi dan delapan individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka maupun telah divonis pidana akibat akibat tragedi tersebut.
Polri Temukan Indikasi Kuat Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigjen. Nunung Saifuddin menyatakan Polri telah menemukan indikasi kuat atas tindak pidana yang dilakukan oleh BPOM RI sebagai regulator dalam pengawasan peredaran obat dan makanan. Sehingga dengan ditemukannya indikasi kuat tindak pidana tersebut status penyelidikan akan ditingkatkan menjadi Penyidikan untuk menemukan pihak-pihak yang bertanggungjawab dan ditetapkan sebagai tersangka. Namun, meskipun demikian Kepolisian Republik Indonesia belum menyampaikan terkait dengan pasal-pasal yang telah memenuhi unsur pidana serta saksi-saksi yang telah diperiksa dalam perkara tersebut, sehingga tim advokasi berharap agar kemudian Polri sesegera mungkin untuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab pada BPOM RI. Tak hanya itu perusahaan pemasok bahan obat lainnya yakni PT. Tirta Buana Kemindo juga sedang dalam pemeriksaan di Bareskrim Polri bersamaan dengan BPOM RI.
Temuan-temuan yang dilakukan oleh Polri tersebut tentunya merupakan satu langkah maju untuk memberikan rasa keadilan bagi korban, keluarga korban dan seluruh masyarakat, mengingat kasus ini sudah lebih dari satu tahun namun belum tuntas hingga dengan saat ini. Dengan menetapkan BPOM RI sebagai tersangka hingga nantinya divonis oleh hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara, diharapkan tragedi kemanusian ini dapat diselesaikan hingga dengan akar-akar permasalahan. Sehingga di kemudian hari baik lembaga negara maupun perusahaan-perusahaan farmasi lebih berhati-hati dan membuat standar yang benar-benar aman terkait dengan produksi dan peredaran obat, hal tersebut tentunya untuk mencegah terjadinya keberulangan tragedi yang sama di kemudian hari.
Pengadilan Negeri Kediri dan Pengadilan Negeri Tangerang telah memvonis Perusahaan Farmasi dan Perusahaan pemasok bahan obat yang Terbukti Bersalah Akibat Tragedi GGAPA
Setelah lebih dari satu tahun pasca tragedi GGAPA, dua Pengadilan Negeri yakni PN Kediri dan PN Tangerang telah menyelesaikan pemeriksaan dan menjatuhkan vonis terhadap perusahaan farmasi dan 2 (dua) perusahaan pemasok bahan obat. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain, empat petinggi PT. Afi Farma dengan masing-masing 2 (dua) tahun penjara, 2 (dua) petinggi CV. Samudera Chemical masing-masing 10 tahun penjara dan 2 (dua) petinggi CV. Anugerah Perdana Gemilang dijatuhi masing-masing 10 tahun penjara.
Putusan-putusan tersebut menjadi bukti bahwa tragedi GGAPA terjadi karena buruknya regulasi dan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM terhadap perusahaan-perusahaan farmasi yang serampangan dalam melakukan produksi obat-obatan. Putusan ini menjadi preseden baik untuk pemeriksaan terhadap setiap kasus GGAPA yang masih berlangsung, khususnya terhadap gugatan class action yang sedang diajukan oleh beberapa korban pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan saat ini memasuki tahap pembuktian.
Janji Pemerintah Memberikan Santunan Kepada Korban GGAPA Hingga Hari Ini Belum Direalisasikan
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan RI dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi IX DPR RI mengatakan akan memberikan santunan sebesar Rp. 17,5 M kepada korban GGAPA, dengan rincian korban yang meninggal akan diberikan santunan sebesar Rp. 50 Juta per Orang dan korban yang sakit / dirawat akan diberikan santunan sebesar Rp. 60 Juta. Nantinya santunan tersebut akan diberikan melalui Kementerian Sosial. Dalam realisasi dilapangan terdapat beberapa korban yang belum terdata di data Kementerian Sosial sehingga dalam hal ini Pihak Pemerintah tidak serius dalam melakukan proses pencairan santunan kepada korban GGAPA tersebut.
Hingga dengan rilis ini dibuat, pemberian santunan terhadap para korban GGAPA belum juga direalisasikan. Lambatnya proses realisasi pencairan bantuan tersebut akan menambah panjang atas kerugian dan ketidakadilan yang dialami oleh para korban, terutama korban-korban yang masih dalam proses perawatan, mengingat biaya yang dibutuhkan oleh para korban tidak sedikit.
Gugatan Class Action Korban GGAPA Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Memasuki Tahap Pembuktian
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menyatakan bahwa korban GGAPA yang mengajukan gugatan class action memiliki legal standing dan PN Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan tersebut. Setelah dibacakannya putusan legal standing dan kewenangan mengadili tersebut agenda dilanjutkan dengan proses mediasi. Pada proses mediasi tersebut enam perusahaan farmasi dan supplier sepakat untuk melakukan perdamaian dengan korban yang mengajukan gugatan class action. Lima pihak tergugat yang terdiri atas Kemenkes, BPOM, Kemenkeu, PT. Afi Farma dan CV. Samudera Chemical tidak menemukan titik temu untuk dilakukannya perdamaian. Sehingga rangkaian proses tersebut persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan oleh penggugat dan diikuti dengan jawaban oleh pihak tergugat serta replik dan duplik. Secara kompak para tergugat tetap bersikukuh seharusnya gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak dapat diterima oleh majelis hakim. Selain daripada itu, para tergugat juga menyatakan bahwa penggugat tidak jelas dalam mendefinisikan dan merincikan anggota kelompok dalam setiap kelas pengguggat secara spesifik. Saat ini persidangan telah memasuki proses pembuktian yang dimulai dengan pembuktian surat dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi serta ahli yang akan dihadirkan oleh kedua belah pihak.
Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan