Tamparan keras terhadap Presiden Joko Widodo agar tidak lagi berbasa basi dalam sikap antikorupsi terjadi pada rabu (21/7/2021). Pasalnya, Ombudsman RI (ORI) menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksan (LAHP) Nomor Register 0503/LM/V/2021/JKT tentang Dugaan Penyimpangan Prosedur Dalam Proses Peralihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Dengan temuan adanya penyelewengan wewenang, pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, bahkan dugaan tindak pidana. Yang artinya, Pimpinan KPK telah membangkangi perintah Presiden Joko Widodo dalam pidatonya terkait peralihan status Pegawai KPK menjadi ASN.
Selain penyelewengan prosedural yang dilakukan oleh Pimpinan KPK, PBHI menyorot secara tegas temuan ORI yang sangat fatal yang dilakukan Pimpinan KPK, sebagai berikut:
- Pimpinan KPK tidak membuka informasi rancangan peraturan KPK yang menjadi dasar TWK. Peraturan Pasal 17 PKPK 12/2018 jelas menyebutkan bahwa penyusunan kebijakan wajib memperhatikan aspirasi/pendapat pegawai KPK. Sehingga pegawai KPK terlanggar haknya untuk memberikan aspirasi/pendapat.
- Pimpinan KPK memalsukan tanggal Nota Kesepahaman (MoU) Swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN dengan cara tanggal mundur (back date), di mana dokumen telah ditandatangani pada 26 April 2021, dibuat dengan tanggal mundur 27 Januari 2021.
Berita Acara Rapat Harmonisasi antara Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, MenkumHAM dan menPANRB pada tanggal 26 Januari 2021 ditandatangani oleh pejabat yg tidak hadir dalam rapat tersebut yakni Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP KemenkumHAM.
Tindakan ini merupakan penyelewengan wewenang sekaligus pelanggaran hukum, bahkan terjadi dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dokumen.
- BKN inkompeten karena tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor atas proses seleksi Alih status pegawai KPK melalui mekanisme TWK. Selain itu, BKN juga tidak dapat menunjukkan kualifikasi dan kompetensi para Assesor dalam penilaian TWK pegawai KPK. Selain hak-hak asasi manusia para pegawai KPK yang terlanggar oleh pertanyaan dalam TWK yang bersifat diskriminatif dan merendahkan martabat, inkompetensi BKN ini menyebabkan pelangran hak asasi manusia para pegawai KPK dalam hal hak atas pekerjaan, serta partisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi.
Berdasarkan catatan tersebut, PBHI mendesak:
- Presiden Joko Widodo untuk mengambil alih peralihan status pegawai KPK yang terdampak TWK, sekaligus menjalankan seluruh rekomendasi Ombudsman RI dengan segera;
- Presiden Joko Widodo untuk memecat Firli Bahuri sebagai Komisioner sekaligus Ketua KPK atas tindakan penyelewenagan wewenang, pelanggaran hukum dan HAM serta dugaan tindak pidana yang dilakukan, dan demi menjaga marwah etika publik lembaga antikorupsi, KPK.
- Kepolisian RI untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan-dugaan tindak pidana yang diduga kuat telah dilakukan oleh Firli Bahuri dan pejabat-pejabat lainnya yang terlibat.
Jakarta, 21 Juli 2021
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia