Proses semangat demokrasi kebebasan berserikat dan berkumpul kembali kembali dicederai, setelah reformasi tahun 1998 demokrasi yang diperjuangkan oleh rakyat Indonesia dengan mengorbankan seluruh darah dan nyawa demi cita-cita mulia menuju nasional demokrasi kerakyatan untuk berkumpul dan berserikat sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi negara, bukan melaui demokrasi prosedural dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU ORMAS) sebagai pengganti dari UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisai Masyarakat (ORMAS). Pengesahan RUU Ormas oleh anggota DPR menjadi bukti bahwa DPR sebagai wakil rakyat sudah tidak lagi bisa dipercaya, suara aspirasi rakyat sudah tidak lagi didengar oleh DPR, sistem politik dinegeri ini masih menganut “Oligarki Politik” partai yang hanya mementingkan kelompok elit politik/ golongannya dan campur tangan negara.
Kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 E ayat (3) “ Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” dan Pasal 22 ayat (2) Konvenan Hak Sipil Politik (SIPOL) “Tidak diperkenankan untuk membatasi pelaksanaan hak ini, kecuali yang telah diatur oleh hukum, dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak dan kebebasan dari orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah diberikannya pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam melaksanakan hak ini.
Hak konstitusional warga negara harus dipatahkan melaui keputusan voting di DPR dengan hasil 311 anggota DPR setuju RUU Ormas disahkan dan 50 anggota DPR Menolak RUU Ormas disahkan. Padahal semangat didalam RUU Ormas masih sama dan tidak ada ubahnya dengan UU No. 8 tahun 1985 tentang Ormas, perubahan yang diatur DPR melaui perubahan Pasal tidak substantif. Pengaturan ormas seharusnya melalui UU Perkumpulan dan UU Yayasan bukan melalui pengesahan RUU Ormas yang hanya mebelenggu organisasi-organisai rakyat yang mengkritisi kebijakan negara yang tidak pro rakyat dianggap bertentangan dan menggangu kedulatan negara harus berhadapan dengan hukum.
Berdasarkan hal tersebut diatas, PBHI sebagai salah satu sebagai organisasi Non Pemerintah yang peduli kepada pemenuhan hak asasi manusia dengan ini menyatakan sebagai berikut :
1. Mengecam Anggota DPR RI dari Partai Politik yang sudah mendukung dan mengesahkan RUU Ormas menjadi UU Ormas bagian dari agenda politik terselubung 2014;
2. Menuntut DPR RI meminta maaf kepada Rakyat indonesia yang hak-haknya konstitusionalnya telah dilanggar paska disahkannya RUU Ormas menjadi UU Ormas ;
3. PBHI bersama Gerakan rakyat tolak RUU Ormas akan mengawal dan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Koinstitusi terhadap UU Ormas yang baru disahkan oleh DPR RI ;
Demikianlah siaran pers peringatan hari anti penyiksaan ini kami sampaikan, atas perhatian dan liputannya diucapkan terimakasih.
Jakarta 2 Juli 2013
Badan Pengurus Nasional
Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)