Sejak 2 Januari – 29 Desember 2013, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melakukan pemantauan atau penelitian tentang dugaan pelanggaran hak-hak manusia yang difokuskan pada pelanggaran hak-hak tersangka kriminal dan orang-orang yang mengekspresikan kebebasan. Pemantauan ini menggunakan metodologi berbasis pada peristiwa/ kasus (event based methodology) dengan pendekatan pelanggaran (violation approach). Fokus tindak pelanggaran yang dipantau adalah aparat kepolisian baik ketika menjalankan fungsi sebagai penegak hukum (law enforcement officials) maupun sebagai aparat keamanan. Dalam pemantauan ini hanya membatasi pada kasus-kasus pelanggaran lalu lintas, pencurian dan perampokan, perjuadian, narkotika, penganiayaan dan pengeroyokan, dan pembunuhan. Sedangkan dugaan pelanggaran oleh kepolisian dalam kasus-kasus seperti perkosaan, trafficking, kekerasan dalam rumah tangga, korupsi, dan terorisme, tidak dicakup dalam pemantauan ini.
Serangkaian dugaan pelanggaran hak-hak manusia (human rights violation) itu diringkas dalam tabel di bawah.
PBHI mencatat sebanyak 595 kasus/peristiwa dugaan pelanggaran hak-hak tersangka dan orang-orang yang mengekspresikan kebebasan dalam bentuk protes yang tersebar di 27 provinsi. Peristiwa paling banyak atau sering dilakukan petugas kepolisian adalah penembakan tersangka, yang mencapai 446 kasus, dengan korban 661 orang di mana 115 orang di antaranya berakhir dengan kematian. Kasus yang juga banyak terjadi adalah pemukulan tersangka dan penyiksaan di tahanan kepolisian, sebanyak 61 kasus, dengan korban 294 orang di mana 18 orang menemui ajal. Kepolisian pun masih banyak yang melakukan salah tangkap dan rekayasa kasus, sebanyak 31 kasus.
Tabel Ringkasan tentang Pelanggaran 2013 | ||
No | Daftar Pelanggaran | Jumlah |
1 | Peristiwa pelanggaran |
|
a. Peristiwa penembakan tersangka | 446 kasus | |
b. Pemukulan tersangka dan penyiksaan dalam tahanan | 61 kasus | |
c. Pelanggaran prosedur administratif | 57 kasus | |
d. Salah tangkap dan rekayasa kasus | 31 kasus | |
2 | Kategori pelanggaran | |
a. Pelanggaran hak-hak manusia yang berat | 507 kasus | |
b. Pelanggaran bukan berat | 88 kasus | |
3 | Tipologi pelanggaran | 1.812 tindakan |
a. Kewajiban menghormati | 1.221 tindakan | |
b. Kewajiban melindungi | 45 tindakan | |
c. Kewajiban memenuhi | 547 tindakan | |
4 | Korban pelanggaran | 1.061 orang |
a. Korban pelanggaran berat | 955 orang | |
b. Korban pelanggaran bukan berat | 106 orang | |
5 | Kondisi korban | |
a. Mati | 133 orang | |
b. Luka | 648 orang | |
c. Lainnya* | 279 orang | |
6 | Pelaku pelanggaran | 617 keterlibatan |
a. Polres | 309 keterlibatan | |
b. Polsek | 253 keterlibatan | |
c. Polda | 34 keterlibatan | |
d. Lainnya** | 21 keterlibatan | |
7 | Metode kekerasan dalam penyiksaan | 22 item |
a. Pemukulan dengan tangan kosong | 54 kali | |
b. Penjemuran | 31 kali | |
c. Pemukulan dengan benda tumpul | 27 kali | |
d. Penendangan/penerjangan | 23 kali | |
e. Lainnya*** | ||
Sumber: Dokumentasi PBHI
Lainnya* : Tanpa surat, pemaksaan BAP, pelecehan, pemukulan (tanpa luka), anak, dll. Lainnya** : Mabes Polri, Aparat TNI, Pemprov, Pemkab/Kota, Satpol PP, Rutan/Lapas Lainnya*** : penginjakan, penyetruman, perkosaan, pelecehan seksual dan pembiaran, penyundutan rokok menyala, pembiaran penganiayaan, dll. |
PBHI membagi dua kategori pelanggaran yang dilakukan kepolisian, yaitu pelanggaran hak-hak manusia yang berat/serius (gross/serious violation of human rights) yang tergolong hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan dalam keadaan apa pun (non-derogable rights) sebagaimana dilarang dalam CAT atau UU No. 5/1998. Dari total 595 kasus, planggaran berat ini sebanyak 507 kasus dengan 995 orang korban. Sedangkan pelanggaran bukan berat (non-gross violation) 88 kasus dengan 106 korban.
Dalam pelanggaran itu, aparat kepolisian adalah pelaku utama. Kepolisian Resor (Polres) menempati peringkat pertama sebagai pelaku, dengan 309 keterlibatan. Berikutnya disusul Kepolisian Sektor (Polsek) dan kemudian Kepolisian Daerah (Polda), masing-masing 253 dan 34 keterlibatan. Lainnya dengan keterlibatan yang lebih sedikit dan beberapa di antaranya dengan derajat keterlibatan karena dilibatkan atau ikut ambil bagian, sehingga total ada 617 keterlibatan dan dengan 1.812 tindak pelanggaran. Berbagai tindakan dan perilaku ini banyak terjadi tanpa pertanggungjawaban, sehingga kepolisian menumpuk-numpuk impunity.
Rentetan tindak pelanggaran itu terutama yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat/serius yang mendominasi, tidak sedikit kalangan masyarakat yang menuduh petugas kepolisian mempunyai kebiasaan menembak dan menyiksa tersangka. Tuduhan ini mengarahkan persepsi buruk yang ditujukan kepada kepolisian. Cepat atau lambat dapat menimbulkan kebencian yang kemudian dilampiaskan dalam bentuk tindakan. Berbagai peristiwa perusakan fasilitas kepolisian, bahkan sepanjang 2013 sudah 99 personel kepolisian yang menjadi korban di mana 27 personel tewas.
PBHI prihatin bukan saja pada mereka yang menjadi korban pelanggaran hak-hak manusia oleh kepolisian, namun juga personel kepolisian yang menjadi korban kekerasan dan berbagai bentuk perusakan fasilitas kepolisian. Mengatasi persoalan ini membutuhkan strategi yang terpadu supaya setiap petugas kepolisian bertindak dengan [a] standar hak-hak manusia, [b] profesional, dan [c] pengayom masyarakat baik sebagai penegak hukum maupun aparat keamanan dalam negeri.
Pemerintah dan DPR haruslah menyiapkan RUU – antara lain KUHAP dan penjabaran lebih lanjut UU No. 5/1998 – yang mewajibkan petugas kepolisian menjalankan standar hak-hak manusia dalam menangani setiap tindak pidana. Demikian pula Mabes Polri perlu memperbaiki sejumlah prosedur tetap (Protap) yang menekankan kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak setiap orang dalam penegakan hukum dan memelihara ketertiban umum.
PBHI juga menganjurkan kepada Komnas HAM untuk melakukan kajian hukum dan pemantauan atas dugaan tindak pelanggaran hak-hak manusia yang dilakukan aparat kepolisian. Dengan itu, memberikan masukan kepada pemerintah, DPR dan Mabes Polri guna melakukan sejumlah perbaikan yang diperlukan.
Tidak kurang pentingnya adalah peran Kompolnas dan Ombudsman RI dalam menerima berbagai pengaduan/laporan dari masyarakat terkait tindakan dan perilaku kepolisian yang melanggar hak-hak manusia.
Jakarta, 30 Desember 2013
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)