Teologi Fajar Timur. Penempatan kendaraan Baraccuda ini menyebabkan kemacetan transportasi di ruas jalan Abepura-Sentani.
Berdasarkan pidato pembukaan yang disampaikan oleh Ketua Panitia KRP III, tujuan dari KRP III ini adalah membahas rumusan alternatif bagi masa depan bangsa Papua. Respon negara melalui aparat keamanan sungguh berlebihan. Bagaimanapun, setiap orang memiliki hak untuk berpendapat, berkumpul dan menyiarkan pendapatnya. PBHI menyayangkan pengerahan aparat bersenjata penuh dengan jumlah yang besar.
Beragam pernyataan provokatif di media massa bermunculan, menanggapi peristiwa yang terjadi di Jayapura. Di antaranya pernyataan yang menyebutkan bahwa Markas Besar Polri sedang menimbang untuk meningkatkan status keamanan di bumi Cenderawasih Papua, termasuk pernyataan AKBP Imam Setiawan yang menyatakan siapapun yang mendukung masyarakat Papua akan disikat dan dibabat.
Terminologi kekerasan dan keamanan Nasional bukanlah hal yang tepat. Pendekatan keamanan seringkali tereduksi menjadi keamanan pihak tertentu, bukan keamanan masyarakat Papua. Interpretasi atas keamanan nasional kemudian menjadi wewenang orang orang yang memiliki otoritas untuk menterjemahkannya, dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia, Menteri Pertahanan dan Keamanan, Kepolisian Republik Indonesia, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Ketakutan dan tercerabutnya hak atas rasa aman, adalah wujud pengingkaran terhadap hak dasar setiap manusia.
Peristiwa lainnya, protes pekerja Freeport, yang terjadi di perut burung Cenderawasih, Timika, pun telah menewaskan 6 orang. Lagi lagi, langkah yang digunakan negara adalah menurunkan pasukan tambahan. Tuduhan tanpa pembuktian yang dilansir oleh banyak media, tentang jatuhnya korban tewas dari pihak kepolisian telah menunjukkan inkonsistensi aparat negara dalam menerapkan prinsip Praduga tidak bersalah (Presumption of Innocence).
Mendasarkan pada rentetan peristiwa yang terjadi di Papua, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia dengan ini mendesak :
Pertama, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pertahanan, Politik dan Keamanan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia, untuk mengkaji ulang pendekatan keamanan yang dilegitimasi sedemikian rupa menjadi kepentingan nasional. Keamanan manusia merupakan hak setiap orang yang harus diprioritaskan. penyelesaian atas situasi di Papua harus mengedepankan perlindungan dan penghormatan kepada hak manusia. Segala tindakan yang berpotensi melanggar hak manusia, harus dievaluasi dan dibatalkan.
Kedua, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pertahanan, Politik dan Keamanan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Indonesia, untuk menghentikan penyisiran, pengejaran dan penangkapan terhadap orang orang yang diduga menghadiri atau terlibat dalam KRP III. Setiap orang berhak atas rasa aman, kebebasan berpikir, berkumpul, berpendapat dan menyiarkan pendapatnya
Ketiga, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pertahanan, Politik dan Keamanan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Indonesia, untuk membatasi penggunaan senjata yang mematikan. Aparat keamanan tidak seharusnya menggunakan senjatanya, terkecuali dalam rangka membela diri atau mempertahankan kehidupan orang lain. Penggunaan senjata api harus dibatasi . Penembakan brutal yang dilakukan secara acak pasca pembacaan deklarasi kemerdekaan adalah tindakan berlebihan dan sewenang wenang yang harus dipertanggungjawabkan.
Keempat, Presiden Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM, untuk membebaskan setiap orang yang ditangkap karena aktivtas, pikiran dan pendapat politiknya. Adalah hak bagi setiap orang untuk memiliki pandangan dan sikap politik. Penangkapan dan penahanan atas orang orang yang berseberangan secara politik hanya akan memperjelas pelanggaran atas hak sipil politik warga.
Jakarta, 25 Oktober 2011
Badan Pengurus Nasional
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia – PBHI
Angger Jati Wijaya
Ketua
0816 680 845