merupakan buah dari rangkaian peristiwa yang diporovokasi oleh berbagai kebijakan negara, seruan bernuansa disintegratif dari sebagian otoritas keagamaan serta tindakan pembiaran oleh aparat keamanan dan atau kepolisian.
Oleh karena itu Perhgimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) merasa perlu menyampaikan beberapa hal:
Pertama, memgutuk tindakan kekerasan massa atas nama apapun dan kepada para korban, keluarga korban , keluarga besar Ahmadiyah disampaikan rasa duka yang mendalam serta doa bagi kesembuhan mereka yang menderita luka-luka.
Kedua, kekerasan massa di Pandegelang harus segera diusut tuntas dengan merekonstruksi seluruh rangkaian peristiwa yang memicu kekerasan massa, dan kemudian dilakukan penyelesaian dengan mengedepankan keadilan hukum serta perlindungan HAM.
Ketiga, perlunya segera dilakukan evaluasi menyeluruh serta peninjauan kembali terhadap rangkaian kebijakan negara yang tercermin dalam SKB tiga menteri, sikap institusional Menteri dan Kementrian Agama, Tindakan Aparat Kepolisian yang cenderung melakukan pembiaran terhadap kekerasan massa atas nama keyakinan dan agama, Fatwa MUI, serta pernyataan-pernyataan sebagian Ulama dan atau otoritas keagamaan yang bernuansa disintegratif serta berpotensi memicu serta memprovokasi tindakan kekerasan massa atas nama keyakinan dan agama.
Keempat, semua pihak mesti menahan diri dan menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan atas nama apapun, yang akhir-akhir ini seolah-olah menjadi cara legal yang justru memperoleh perlindungan untuk menyelesaikan berbagai perselisihan dan perbedaan pendapat, keyakinan dan agama, faham, pandangan politik, serta berbagai fakta perbedaan lain yang sejatinya merupakan kekayaan kebangsaan kita yang majemuk, plural dan bhineka.
Kelima, bagi otoritas penyelenggara Negara dan Pemerintahan, kecaman dan keprihatinan tidak cukup dan menyelesaikan. Tragedi Pandegelang harus dijadikan jalan bagi upaya merumuskan kebijakan pengelolaan realitas keberagaman keyakinan dan keagamaan yang cerdas serta mendewasakan, dengan mengacu pada UUD 1945, HAM, serta realitas kebangsaan kita yang plural, majemuk dan merayakan kebhinekaan.
Jakarta, 7 Februari 2011
Badan Pengurus Nasional
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia – PBHI
Angger Jati Wijaya
Ketua