berbahaya serta meresahkan rakyat setempat,” sarannya.
Suryadi menambahkan, pasukan Densus Anti Teror itu tidak dibutuhkan terjun untuk menangkap 52 orang yang dilepaskan massa dari penjara atau Rutan sesudah peristiwa pembakaran Kantor Bupati Bima, Kamis (26/01/12). Tindakan pasukan ini bisa dinilai telah melampaui wewenangnya sebagai pasukan unit anti teror.
Suryadi mengingatkan, pada dasarnya sebanyak 44 orang di antara mereka yang telah dilepaskan itu adalah korban penembakan dan penyerangan pasukan polisi pada 24 Desember 2011 di kawasan Pelabuhan Sape. Namun para korban ini justru menjadi tersangka dan mereka pun sudah lebih 20 hari dirampas kemerdekaannya oleh Polres Bima dengan perpanjangan penahanan.
Terkait peristiwa pembakaran kantor bupati, Suryadi mengatakan, PBHI menerima informasi bahwa warga yang tergabung dalam Forum Rakyat Anti Tambang (FRAT) tidak terlibat dalam aksi pembakaran ketika melancarkan aksi dan tuntutan pencabutan SK Bupati Bima No. 188/2010 tentang Izin Usaha Pertambangan. “Dengan demikian, polisi harus mencari pelaku pembakaran dari pihak lain,” sarannya lagi.
Mengapa pasukan Densus Anti Teror itu tidak diperlukan? Suryadi mengatakan alasannya. Pertama, target operasi bukanlah orang-orang yang melakukan kejahatan terorisme, melainkan mereka yang mengekspresikan hak atas kebebasan berpendapat dengan protes SK Bupati Bima. Kedua, dapat menimbulkan kebencian warga terhadap Densus Anti Teror melalui pengerahan pasukan, dengan mengalihkannya ke Densus, karena mengesankan mereka sebagai pelaku kejahatan terorisme. Ketiga, dapat mengesankan bahwa Densus Anti Teror telah mengambil alih komando Polres Bima dan Polda NTB. Keempat, mendatangkan pasukan Densus Anti Teror yang diongkosi itu juga tidak menghemat biaya operasi kepolisian. Kelima, masuknya pasukan Densus Anti Teror justru dapat memperkeruh situasi.
Dengan mengemukakan alasan itu, PBHI meminta pasukan Densus Anti Teror harus segera ditarik dari Bima. Suryadi juga mengingatkan, pimpinan kepolisian tidak boleh bermain-main dengan skenario “menumpukkan” dugaan kesalahan kepada warga dalam kaitannya dengan tuntutan pencabutan SK Bupati dan rentetan peristiwa pasca Tragedi Sape.
“Polisi harus mau menarik pelajaran dari cara-cara atau prosedur menangani aksi pendudukan Pelabuhan Sape dengan penembakan dan perlakuan keji atau bentuk-bentuk perampasan kebebasan yang berbahaya, protes-protes warga sebelumnya, sampai peristiwa pembakaran Kantor Bupati,” pungkas Suryadi.
Jakarta, 28 Januari 2012
Badan Pengurus Nasional
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia – PBHI
Suryadi Radjab
Sekretaris
0815 602 0314