Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membongkar kasus-kasus korupsi di dunia peradilan patut diberikan apresiasi positif. Kasus terakhir dimana KPK mencoba membongkar dugaan korupsi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Ketua MK harus dilhat upaya penguatan MK dan bukan membunuh karakter. MK sebagai lembaga yang menjaga konstitusi merupakan suatu institusi yang sangat penting bagi Indonesia sebagai negara hukum dimana hak-hak manusia dijamin oleh Konstitusi. Sebagai The Guardian of Constitusi, MK diperankan untuk mengevaluasi Undang-Undang yang dianggap melanggar atau berpotensi melanggar Konstitusi. Jauh dari peran sebagai The Guardian of Constitusi, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, yang kemudiaan dikembangkan juga memutus perselisihan hasil sengketan pemilihan kepala daerah. Sebagai pihak yang mengadili ditingkat pertama dan terakhir MK memiliki potensi yang besar dalam menyalahgunakan kewenangannya, berdasarkan hal tersebu Kami menilai :
Pertama, Korupsi didunia peradilan masih merupakan permasalahan utama dalam penegakan hukum dan menciptakan rasa keadilan di masyarakat. Pada prakteknya masih sering Kita temui oknum-oknum penegak hukum melakukan jual beli kewenangannya.
Kedua, tidak maksimalnya pembenahan lembaga-lembaga pengadilan dan instutsi penegakan hukum, dimana jual beli kewenangan masih sangat begitu mudah diobral oleh pihak yang menyalahgunakan kewenangann untuk kepentingan pribadi
Ketiga, Harus dipertanyakan proses pemilihan hakim-hakim mahkamah konstitusi yang dirasakan terlalu elitis hany dimonopoli oleh Presiden, Parlement dan Mahkamah Agung RI;
Ke-empat, Kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah berpotensi menimbulkan potensi besar penyalahgunaan kewenangan oleh hakim-hakim MK
Kelima, Sejak kewenanan penyelesaiaan sengkata Pilakada masuk kedalam ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi, kualitas kinerja MK sebagai The Guardians Konstitusi khususnya dalam melindungi hak –hak manusia dari diberlakukannya Undang-Undang yang melanggar Hak Asasi Manusia semakin menurun. Sebagai contoh PBHI bersama NGO lainya yang mengajukan permohonan pengujian UU Mineral Batubara harus menunggu hampir 1 tahun untuk menunggu sidang pembacaan putusan.
Berdasarkan hal tersebut, dengan ini Kami menyatakan :
1. Meminta kepada Pemerintah RI untuk memfokuskan pembenahan institusi penegak hukum dan pengadilan khusus dari praktek-praktek korupsi yang berakibat terlanggarnya hak-hak manusia dengan peningkatan kewenangan lembaga pegawasa Eksternal;
2. Meminta dilakuannya evaluasi atas kewenangan dan kesiapan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus sengketa pemilihan kepala daerah;
3. Mengembalikan peran Mahkamah Konstitusi sebagai The Guardians Konstitusi yang melindungi setiap orang dari Undang-Undang yang melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Konstitusi
Demikian pernyataan ini Kami sampaikan demi terwujudnya negara yang menjalankan kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia.
Badan Pengurus Nasional PBHI
Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum
ttd
Totok Yuliyanto, SH
Cp. 085770001782