PBHI menyelenggarakan Internal Capacity Building dengan tema “Transisi Energi: Strategi yang Tidak Pernah Terwujud” guna peningkatan kapasitas dan pemahaman terkait transisi energi. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Sekretariat Nasional PBHI, Selasa (1/8/2023).
Internal Capacity Building tersebut diikuti oleh staf dan peserta magang PBHI, serta menghadirkan Rehwinda Naibaho dari Walhi Jakarta sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut.
Rehwinda menjelaskan bahwa pembahasan mengenai transisi energi didasarkan pada tiga aspek utama, yaitu dampak negatif eksploitasi industri pertambangan, potensi pemanfaatan energi terbarukan bagi lingkungan hidup, dan peran masyarakat dalam mendukung program transisi energi terbarukan.
Meningkatnya kebutuhan penggunaan energi tak terbarukan di Indonesia, juga diiringi dengan tidak nampaknha keseriusan pemerintah dalam melakukan transisi energi. Menurut Rehwinda, dengan melimpahnya sumber daya alam Indonesia, pemerintah seharusnya mampu dan bisa memanfaatkan SDA Indonesia sebagai energi terbarukan, misalnya energi panas matahari, energi angin, energi panas bumi, energi suhu air laut, dll.
Meski pemerintah sudah melahirkan berbagai kebijakan mengenai transisi energi, namun pemerintah sendiri tidak dapat menjamin bahwa transisi energi tersebut dapat adil dan berkelanjutan bagi masyarakat. Sebut saja UU No. 30/2077 tentang Energi yang mengamanatkan pengelolaan energi didasarkan pada asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
Namun faktanya, pemerintah kerap melakukan perubahan bentang alam yang berpotensi terjadinya bencana alam, ancaman terhadap keanekaragaman hayati, minimnya partisipatif masyarakat, penurunan kualitas perairan, penurunan kualitas udara, pencemaran lingkungan akibat limbah aktivitas, penyumbang emisi gas rumah kaca, ketimpangan penguasaan lahan, dan ketidakadilan distribusi.
Maka dari itu, posisi mayarakat dalam isu transisi energi memiliki peran yang cukup penting. Di antaranya, masyarakat dapat memulai dengan prinsip menekan dan mengurangi konsumsi energi, masyarakat juga dapat mengkritisi kebijakan pemerintah, serta menjadi bagian dalam perubahan kebijakan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Kegiatan Internal Capacity Building berjalan sangat interaktif antar narasumber dan peserta. Diskusi mengenai transisi energi juga menyinggung soal RUU Energi Baru Terbarukan, sebagaimana pertanyaan salah satu peserta. Rehwinda kemudian menegaskan bahwa masyarakat tidak menolak transisi energi selama strategi tersebut dapat adil dan berkelanjutan, serta tidak memberikan dampak yang buruk bagi iklim.