Audiensi Koalisi Pemantau Peradilan ke Komisi Yudisial – 22 April 2022
Komisi Yudisial (KY) telah menyelenggarakan tahap seleksi Kesehatan dan Kepribadian (termasuk rekam jejak) Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA) RI. Berikutnya, tahap terakhir seleksi berupa tahap wawancara akan dilaksanakan pada tanggal 25-28 April 2022. Rangkaian seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor ini diselenggarakan oleh KY untuk memenuhi jumlah kebutuhan Hakim Ad Hoc Tipikor sebanyak 3 orang yang dimintakan oleh MA RI.
Berkaitan dengan hal tersebut, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) kembali melaksanakan audiensi ke KY pada Jum’at, 22 April 2022. Audiensi ini berkaitan dengan laporan KPP mengenai hasil pemantauan rekam jejak sebelas Calon Hakim Ad Hoc Tipikor oleh masyarakat sipil serta rekomendasi kepada KY terkait dengan proses seleksi secara keseluruhan.
Perwakilan KPP diterima oleh Ketua Komisi Yudisial Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum, Wakil Ketua Komisi Yudisial Drs. M. Taufiq HZ, M.HI, Anggota Komisi Yudisial/Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Dr. Hj. Siti Nurdjanah, S.H., M.H., Anggota Komisi Yudisial/Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta, S.H., LL.M., dan Anggota Komisi Yudisial/Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H.
Dari hasil pemantauan rekam jejak yang dilakukan oleh KPP bermitra dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terdapat sejumlah catatan mengenai kepatutan Calon Hakim dalam aspek integritas, independensi, kompetensi, serta perspektif calon mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Catatan berupa laporan ini diserahkan kepada KY dan akan digunakan panitia seleksi sebagai bahan untuk tahap berikutnya yaitu tahap wawancara. Di samping itu, KPP mengapresiasi upaya KY untuk melibatkan masyarakat sipil secara langsung dan terbuka dalam proses seleksi tahap wawancara mendatang.
Berdasarkan temuan serta beberapa catatan terkait dengan rekam jejak Calon Hakim Ad Hoc Tipikor, KPP meminta kepada KY untuk memperhatikan lebih lanjut terhadap Calon Hakim yang memiliki rekam jejak yang buruk serta memiliki catatan yang kurang dalam hal integritas, independensi, kompetensi, serta perspektif Calon Hakim mengenai Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, KPP memberikan sejumlah rekomendasi kepada KY terkait dengan transparansi serta penguatan pelibatan masyarakat sipil dalam proses seleksi, diantaranya yaitu:
- Pelibatan masyarakat sipil untuk investigasi dan penelusuran rekam jejak Calon Hakim,
- Penguatan fungsi KY Penghubung untuk menerima masukan masyarakat dan penelusuran rekam jejak,
- Proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak harus dibuka untuk publik secara offline (dengan protokol kesehatan) dan online,
- Pelibatan aktif MA dalam memberikan catatan integritas dan kapasitas Calon Hakim,
- Pelibatan aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam memberikan analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),
- Masyarakat sipil perlu diberikan ruang untuk menyampaikan kriteria Calon Hakim kepada KY dan MA sebelum dan ketika seleksi berlangsung.
KPP kembali mendorong KY untuk memilih Calon Hakim yang memiliki visi dan misi yang jelas sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor, memiliki pemahaman mumpuni mengenai hukum dan peradilan, memahami peran hakim dan pengadilan dalam pemenuhan HAM sesuai kedudukan pengadilan dalam konsep negara hukum, dan memiliki keberpihakan pada kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, masyarakat miskin dan kelompok minoritas, serta perlindungan lingkungan hidup. Sejumlah aspek ini penting untuk menghasilkan hakim-hakim yang berintegritas dan mendukung reformasi peradilan khususnya di Mahkamah Agung.
KOALISI PEMANTAU PERADILAN
Transparency International Indonesia (TII), Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeiP), Centra Initiative, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)