(28/07/21) Rabu, 28 Juli 2021 lalu. Sekitar pukul 18.52 WIB, tiga mobil berhenti di warung ayah Fikry korban penyiksaan dan salah tangkap anggota POLRI di tepi Jalan Raya Kali CBL, Kampung Selang Bojong, Cibitung, Bekasi Jawa Barat.
Polri mengklaim bahwa Fikry dan 8 (delapan) orang lainnya sebagai pelaku Pembegalan yang terjadi di Jalan Sukaraja, Bekasi tepat 4 hari sebelum hari penangkapan. Sementara fakta persidangan yang diungkap melalui CCTV Masjid mengungkap, Fikry dan rekan-rekan lainnya sedang tertidur di Mushalla pada saat kejadian.
Berdasarkan keterangan para korban salah tangkap, mereka dipukuli, diborgol, ditutup mata, dijambak, ditendang, hingga ditodong pistol dan bentuk tindakan penyiksaan lainnya untuk memperoleh pengakuan dari para korban yang digunakan sebagai alat bukti oleh Kepolisian di dalam persidangan.
“Seluruh alat bukti yang digunakan oleh Aparat dalam proses Penyidikan seharusnya dieliminir oleh Hakim dalam proses Persidangan. Hakim seharusnya mampu mengungkap fakta berdasarkan pembuktian yang diungkap oleh Kuasa Hukum dalam proses persidangan.” ungkap Julius Ibrani Ketua PBHI Nasional
Berdasarkan keterangan saksi di dalam persidangan, 4 (empat) remaja tersebut juga dibawa dan ditagan di dalam sel isolasi. Namun, jaksa menolak permintaan agar rekaman CCTV itu dihadirkan di persidangan.
“Fakta ini merupakan bukti penting mengapa Pemerintah harus segera mengesahkan OPCAT. Akses CCTV seharusnya wajib untuk dihadirkan ke dalam persidangan berdasarkan permohonan Terdakwa/Korban. Lemahnya sistem penegakkan hukum Pidana di Indonesia justru digunakan menjadi alat impunitas penegakkan hukum praktik Penyiksaan.” lanjut Gina Sabrin Sekjend PBHI Nasional
Publik juga masih mengingat kasus penyiksaan dna salah tangkap serupa yang menimpa Dosen UMI Makassar dalam aksi tolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Ibrahim Tompo mengaku telah membentuk tim investigasi untuk mengungkap detail peristiwa yang terjadi. Namun faktanya sampai sekarang Pelaku belum juga diproses hukum atas tindak pidana dan penganiayaan yang dilakukan.” ungkap Chikita PBHI Nasional.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
Jakarta, 2 Maret 2022