Oleh Esti Nuringdyah
Desa Karangjambe, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga, sore itu tampak ramai. Puluhan perempuan muda berhamburan keluar pabrik, yang ditemboknya terlukis nama sebuah produk rokok terkenal yang 2004 lalu berpindah tangan ke perusahaan rokok ternama di Inggris. Seperti kebanyakan pabrik rokok, mereka melakukan program kemitraan dengan perusahaan local untuk memproduksi sigaret kretek tangan (SKT) unggulan.
Seorang perempuan muda keluar dari pabrik dengan senyum yang menarik, setengah berlari, Ia bergegas menuju warung kecil milik mertuanya. Tangannya meraih jajaran toples berisi gula merah dan kelapa muda. Diantara toples-toples, terselip dua piring kecil berisi sawo. Buah lokal bekulit coklat dan berasa manis ini, ditata di atas lapak kecil. Dagangan sawo ini, rupanya miliknya. Setiap hari Ia menitipkan sawo di warung mertuanya, sebelum memulai bekerja di Pabrik.
Dengan bahasa ibunya dia menceritakan kejadian yang menimpa temannya yang terluka terkena gunting yang digunakan untuk merapikan gulungan rokok, sampai saat ini lukanya tidak kunjung sembuh dan menimbulkan nanah, mertuanya yang mendengarkan cerita tersebut hanya mengomentari kenapa tidak dibawa ke rumah sakit, poli milik perusahaan jarang ada dokter dan perawatnya.
Ia juga bekerja di bagian gunting. Setiap hari merapikan lintingan-lintingan rokok. Pabrik ini, memproduksi sigaret tangan, maka jangan membayangkan para pekerjanya menggunting dengan alat canggih, sekali gunting bisa jadi puluhan batang. Gunting manual yang digunakan tiap batangnya, sekedar untuk menjaga mutu dan kenikmatan pecandu rokok.
“Upah saya dari MPS lumayan saja mbak, kekurangannya ya ditutup sama jualan sawo. Suami saya juga kan masih kuat kerja, walaupun cuma jadi kuli bangunan. Kadang kerja, kadang enggak, tapi ya lumayan. Cukup kalau dicukupkan”. Setiap hari Ia dibayar Rp. 9500, paling tidak dalam seminggu, Ia mengantungi Rp. 57,000, sebulannya Ia mendapat penghasilan Rp 228,000. Bayaran yang jauh dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK). Kabupaten Purbalingga menentukan UMK sebesar Rp. 499,500 setiap bulan. “Tapi Aku dibayar segitu karena aku masih lanjutan mba. Kalau yang sudah terampil dibayar Rp, 11.000 per hari. Kalau yang pemula dibayar Rp, 8500”, Lantas Ia melanjutkan, “Besar bayarannya, kerjaannya juga tambah banyak mba. Kalau yang terampil, sehari targetnya 4000 batang, yang pemula 1600 batang. Kalau aku kan dapatnya tahap lanjutan, sehari targetnya 2500 batang”.
Bagi orang sepertinya, apapun akan dilakukan demi perbaikan kesejahteraan generasi penerusnya “Aku pengin anakku bisa sekolah tinggi, bisa kuliah, tapi upahku kecil, suamiku juga kadang kerja kadang enggak, jadi aku harus pinter-pinter, Jualan sawo”. Saat Ia menyampaikan hal ini, gambaran kesedihan tak nampak. Ia hanya terlihat sedikit kelelahan, rambutnya kusut. Belum Ia berganti baju, Ia langsung mengangkat anaknya dari pangkuan Ayah kandungnya, “Nanti lagi ya, aku mau mandikan anakku dulu”. Pukul setengah enamsore, matahari mulai tampak kelelahan dan perlahan melingsir ke barat.
Setiap pukul 03.00 pagi, manakala kabut masih tebal diatas atap rumah-rumah, bersama ayah, ibu dan suaminya. Dengan Tentu saja dapurnya dingin, sebab tak bertembok, hanya dibentengi geribik dan beralaskan tanah. Mereka bersama-sama membungkus buah sawo dengan kantung plastic,”biasanya satu plastic berisi sepuluh buah”. Tiap plastik akan dititipkan ke warung-warung di sekitar pabrik, masih di desa Karangjambe, “biasanya bukan hanya di daerah pabrik Mba, kalau suamiku libur, bisa sampai ke Grecol, Kalimanah atau Karang petir”.
Dengan setengah tidak enak hati saya bertanya “Kalau boleh tahu, berapa sih pengeluaran Mba dalam sebulan, dan bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut? “Sebulan, berapa yah. Aku gak pernah ngitung sih Mba. Kira-kira seminggu ya 80.000 ribu rupiah, untuk kebutuhan dapur buat lima orang. Tapi itu belum termasuk susu buat anak saya, juga listrik,tabungan, pakaian. Jadi sebulan paling tidak 320.000 ribu rupiah“. Agak heran saya bertanya “Tidak pakai ASI tho Mba”, saya bertanya agak heran. “Gak boleh. Di pabrik gak boleh bawa anak. Karena musti bekerja ya,akhirnya anakku dikasih susu sambung saja”. Ketika istirahat tidak bisa Mba?, Saya lanjut bertanya. “Istirahat apa? kalau siang memang ada istirahat makan. Tapi paling lima menit. Kadang ada yang makan sambil berdiri. Kalau sudah makan selesai ya kerja lagi”. Saya sama sekali tidak bisa memahami makna tawanya sambil menjawab pertanyaan tersebut. Saya merasa, Dia berpikir bahwa buruh tak punya hak untuk istirahat seolah hanya menjadi lelucon. Hati saya miris melihatnya.
Besoknya sengaja Saya, menyempatkan untuk mampir ke warung, “Gimana Mba, hari ini berangkat kerja jam berapa?”. Saya membuka percakapan, begitu dia duduk di lapak warung. “Biasa Mba, masuk kerja jam enam tadi pagi, natain gilingan, terus mulai nggunting. Habis nggunting aku kirim ke packing. Nah orang packing ngirim ke pasokan. Tadi targetnya nyampe kok Mba, 2500 linting. Jam segini baru selesai”. Saya melihat di dinding warung menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari minggu libur tidak Mba” saya bertanya, penasaran.“Minggu libur, tapi kalau hari libur besar tidak libur. Dihitungnya lembur. Tapi bayarannya sama. Kalau saya ya dapatnya 9500 ribu”. Saya hitung-hitung Dia bekerja kurang lebih 60 jam dalam seminggu.
Pasal 77 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan “
Ayat (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja
Ayat (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Seharusnya, pabrik membayar buruhnya upah lembur setiap hari. Sebab
mereka bekerja di luar jam yang sudah ditentukan oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Saya jadi teringat tawanya makala saya mengajukan pertanyaan tentang jam istirahat, lima menit setelah beberapa jam bekerja secara terus menerus, pikirku keheranan.
Bagaimanapun juga buruh berhak untuk istirahat. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 79 (2) huruf a, yang menyebutkan “ Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja”.